Wacana kembalinya pemilihan presiden oleh MPR RI mencuat setelah Ketua Umum Partai Ummat, Amien Rais, mengunjungi Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Pusat, pada Rabu (5/6) lalu. Amien mengusulkan agar amandemen konstitusi difokuskan untuk memperkuat peran MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Amien mengungkapkan bahwa dirinya dan politikus DPR lainnya terlalu naif saat merancang sistem pemilu langsung untuk memilih presiden. Menurutnya, saat itu mereka berpikir tidak mungkin ada calon presiden yang mau mengeluarkan uang untuk membeli ratusan juta suara pemilih.
Ketua MPR sebelumnya, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, menyatakan MPR siap memfasilitasi amandemen konstitusi jika semua partai politik setuju. Namun, amandemen tersebut hanya bisa dijalankan oleh MPR periode berikutnya.
Pakar hukum tata negara, Wicipto Setiadi, menilai solusi yang ditawarkan Amien untuk mencegah politik uang adalah keliru. Menurutnya, fokus seharusnya diletakkan pada perbaikan sistem pemilu daripada mengembalikan kewenangan MPR untuk memilih presiden.
Digitalisasi sistem pemilu dan reformasi dalam partai politik dianggap sebagai langkah yang lebih efektif daripada mengubah atau mengamandemen UUD 1945. Firman Noor, pengamat politik dari BRIN, menyoroti bahwa pemilihan langsung presiden merupakan amanah publik pada era reformasi dan mengkritik wacana kembalinya pemilihan presiden oleh MPR sebagai upaya elite-elite politik untuk mengukuhkan kekuasaan mereka.