Sunday, September 8, 2024

Trauma Anak-anak Sihaporas saat...

BA dan AA, dua anak dari pasangan Jhony Ambarita dan Nurinda Napitu, tidak...

Aksi Truk Oleng Viral,...

Minggu, 8 September 2024 - 09:22 WIB Jakarta, VIVA –  Baru-baru ini, aksi truk oleng...

Abdul Wahid, Calon Gubernur...

Bakal Calon Gubernur Riau Abdul Wahid bersama Ketua DPC PKB Bengkalis Irmi Syakip...

Setelah Mengunjungi Empat Negara,...

Malaysia – Indonesian Defense Minister and President-elect Prabowo Subianto met with the King...
HomePolitikKisah klasik penyelundupan...

Kisah klasik penyelundupan imigran menuju Australia

Samuni – bukan nama sebenarnya – masih ingat dengan jelas pengalaman mengerikan saat membawa puluhan imigran ilegal dari Indonesia ke Australia. Pengalaman tersebut membuat Samuni kapok. Meskipun ditawari uang puluhan juta, ia mengaku tidak akan pernah melakukan perjalanan semacam itu lagi.

Samuni berangkat dari Pelabuhan Muara Angke pada suatu malam di bulan November tahun 2014. Ia hanya menggunakan kapal motor dengan tonase 10 gross tonage (GT). Penumpangnya adalah puluhan imigran dari Iran dan Sri Lanka. Tujuannya adalah Pulau Christmas, Australia.

“Pertama kali saya membawa imigran karena dibayar mahal sebesar Rp 30 juta,” kata Samuni saat berbicara dengan Alinea.id di Jakarta.

Awalnya, perjalanan kapal Samuni berjalan lancar. Namun, mereka “tersesat” di Samudera Hindia. Selama beberapa hari, kapal mereka dihantam ombak ganas. Sebagian penumpang mengalami dehidrasi dan persediaan makanan semakin menipis.

Samuni sempat berpikir bahwa kapalnya akan tenggelam atau mereka akan mati kelaparan di laut. Kesengsaraan mereka berakhir ketika polisi Australia menangkap Samuni dan penumpangnya di perairan Pulau Christmas.

“Ombak tinggi dan tidak ada kapal lain. Saya berpikir saya akan mati di sini. Saya tidak pernah membayangkan risiko besar saat menyelundupkan orang ke Australia,” ujar Samuni.

Samuni dan imigran lainnya dibawa ke Darwin untuk diproses hukum. Setelah ditahan selama sekitar 6 bulan, akhirnya Samuni dipulangkan ke Indonesia. Sementara para imigran memilih untuk tinggal di Australia.

Setelah kembali dari Australia, Samuni mendapat tawaran lagi untuk membawa imigran dari Indonesia ke Australia. Namun, ia menolak tawaran tersebut.

“Akhirnya teman saya yang ditawari. Dan apa yang terjadi? Teman saya belum kembali sampai sekarang. Orangtuanya di Makassar masih mencari tahu. Saya tidak tahu apakah dia selamat atau sekarang tinggal di Australia,” kata Samuni.

Kisah Samuni bukanlah kisah yang unik. Hingga saat ini, penyelundupan imigran dari berbagai negara ke Australia melalui Indonesia terus terjadi, baik melalui jalur udara maupun jalur laut. Para imigran biasanya berasal dari negara-negara yang sedang mengalami konflik.

Orang Indonesia juga menjadi korban dalam kasus ini. Pada bulan Juli, Bareskrim Polri mengungkap kasus perdagangan orang terhadap 50 warga negara Indonesia. Mereka diangkut ke Australia untuk dijadikan pekerja seks.

Belum lama ini, Direktorat Jenderal Imigrasi juga menangkap dua warga negara Indonesia yang diduga melakukan penyelundupan 28 imigran ilegal menuju Australia.

Menurut Aminah Dewi Rahmawati, seorang sosiolog dari Universitas Trunojoyo Madura, ada banyak faktor yang menyebabkan kasus perdagangan orang ke Australia terus meningkat. Terutama bagi imigran yang berasal dari Indonesia, tekanan ekonomi menjadi faktor utama yang membuat mereka rela menempuh risiko mati di laut demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik di Australia.

Di Indonesia, banyak penyalur tenaga kerja yang berperan sebagai calo untuk perdagangan orang antara Indonesia dan Australia. Namun, aparat penegak hukum terkadang terlambat dalam mengatasi kasus-kasus ini. Pencegahan belum menjadi fokus utama dalam mengatasi kasus perdagangan orang.

Menurut Ricky Ekaputra, seorang dosen administrasi bisnis di Universitas Nusa Cendana, maraknya kasus perdagangan orang dari Indonesia ke Australia berkorelasi dengan situasi ekonomi dalam negeri. Penyelundupan imigran ke Australia semakin meningkat karena adanya gelombang PHK besar-besaran di Indonesia.

Ricky juga setuju bahwa penegak hukum harus lebih waspada dalam mengantisipasi penyelundupan imigran ke Australia. Menurutnya, kasus-kasus yang terungkap saat ini belum sepenuhnya mencerminkan situasi sebenarnya dari perdagangan orang Indonesia ke Australia. Hal ini menunjukkan bahwa penegak hukum harus lebih proaktif dalam menangani dampak dari kasus-kasus ini.

Source link

Semua Berita

Trauma Anak-anak Sihaporas saat Terjebak di Tengah Konflik antara Warga Adat dan PT TPL

BA dan AA, dua anak dari pasangan Jhony Ambarita dan Nurinda Napitu, tidak pernah bisa merasa tenang lagi saat bertemu atau berpapasan dengan personel TNI atau Polri. Jika melihat polisi dalam seragam lengkap atau personel TNI di sekitar rumah...

Di balik konflik muktamar PKB-PBNU

Desakan untuk mengadakan muktamar luar biasa oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) muncul di tengah konflik antara PBNU dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gagasan tersebut diusulkan oleh pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif Denanyar, Jombang, Jawa Timur, KH Abdussalam Shohib. Abdussalam...

Jejak Digital Mengejar RK dan Rekan-Rekannya

Rekam jejak aktivitas media sosial kandidat calon kepala daerah mulai dikuliti warganet jelang Pilkada Serentak 2024. Calon Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil (RK) jadi korban keingintahuan warganet. Cuitan-cuitannya soal Jakarta dan yang bernada seksis di masa lalu kembali viral. Salah...

Kategori Berita