Keputusan perpanjangan kepengurusan PDI-Perjuangan periode 2019-2024 diduga digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan terhadap SK nomor M.HH-05.11.02 tahun 2024 diajukan oleh empat orang yang mengaku sebagai kader PDI-P, yaitu Pepen Noor, Ungut, Ahmad, dan Endang Indra Saputra.
Victor W. Nadapdap, pengacara para penggugat, menyatakan bahwa SK yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia digugat karena dianggap tidak sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PDI-P. Menurut Victor, perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres sesuai dengan ketentuan pasal 70 AD/ART PDI-P.
SK perpanjangan kepengurusan PDI-P diberlakukan pada bulan Juli lalu. Namun, gugatan tersebut dianggap bermotif politik oleh juru bicara PDI-P, Chico Hakim, yang menduga bahwa ada pihak yang ingin mengganggu persiapan PDI-P dalam menghadapi Pilkada Serentak 2024.
Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farhan, menganggap bahwa gugatan tersebut merupakan manuver kekuasaan untuk mendelegitimasi kepengurusan PDI-P. Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh PTUN Jakarta, Yusak mengkhawatirkan bahwa akan muncul kongres tandingan untuk menggulingkan Megawati. Meskipun demikian, upaya tersebut dianggap sulit untuk diwujudkan.
Yusak juga menilai bahwa keputusan PDI-P untuk mencalonkan Pramono Anung sebagai calon Gubernur DKI Jakarta merupakan tanda rekonsiliasi antara Prabowo dan PDI-P. Hal ini menunjukkan adanya potensi kerjasama antara keduanya di masa depan.