Abdul Wahid, calon gubernur Riau, menghadiri Dialog Interaktif Media Expo yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers, Mall SKA, pada Minggu malam, (15/9/24).
Acara yang dipandu oleh Dedi Satria ini membahas tema arah Riau ke depan, dan peran media.
“Pada acara ini kita ingin memahami lebih dalam visi misi Bang Wahid untuk Riau,” kata moderator.
Calon wakil gubernur Riau yang didukung oleh UAS ini menyatakan bahwa ia hanya ingin mengabdi dan maju sebagai gubernur karena mendapat dorongan dari banyak tokoh.
“Dari hati, saya merasa berat dan belum siap maju, namun karena mendapat dorongan dari banyak tokoh melalui diskusi yang panjang, akhirnya saya putuskan untuk maju,” ungkap Wahid.
“Yang pertama akan saya lakukan adalah memperbaiki infrastruktur, membangun bukan sekadar bangun, tetapi harus memiliki nilai ekonomis dan efek ganda terhadap semua sektor,” kata calon gubernur muda ini.
Wahid juga menekankan bahwa prioritas lainnya adalah pendidikan dan lapangan kerja.
“Selanjutnya, mengenai pendidikan dan lapangan kerja, kita menargetkan 1 rumah 1 sarjana serta lapangan kerja yang terbuka dengan komitmen menyerap 60% tenaga kerja lokal,” lanjut Wahid.
Sebagai anggota DPR RI, Wahid menyatakan pemahamannya dalam mencari sumber pendanaan. Ia berjuang melalui undang-undang dan kebijakan, yang menghasilkan pendanaan dari DBH Sawit dan PI 10% Migad di Blok Rokan.
Abdul Wahid juga memprediksi peningkatan kemampuan fiskal yang akan terus terjadi.
“Saya memprediksi akan terus bertambah, sumur blok Rokan akan kita dorong dengan metode unconventional seperti di Texas. Diharapkan produksi minyak kita akan meningkat, dari 170 ribu barel menjadi 500-700 ribu barel, sehingga pendapatan kita bisa mencapai 10-15 triliun per tahun,” jelas Wahid.
“DBH Sawit juga memiliki potensi yang sama, saat ini terdapat 3 juta hektar lahan yang belum dihitung untuk DBH Sawit. Jika ini diupdate, pendapatan kita akan bertambah,” tambahnya.
Sebagai komitmen terakhir, Abdul Wahid bertekad untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.
“Pada Riau, kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh faktor kultural, tetapi juga karena faktor struktural akibat kebijakan yang menghambat kemajuan rakyat, terutama yang tinggal di kawasan gambut atau hutan namun di dalamnya terdapat kampung yang sudah eksis selama ratusan tahun. Kebijakan tersebut menghalangi mereka untuk memanfaatkan lahan secara maksimal,” lanjut Wahid.
“Kita tidak boleh membiarkan kebijakan pemerintah membuat rakyat menjadi miskin dan menderita, hal ini harus kita selesaikan,” tutup Wahid.