Komitmen pemerintah dalam menjaga kekayaan negara untuk menghindari salah kelola dan kebocoran anggaran tidak terlepas dari upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Salah satu topik hangat belakangan ini adalah pernyataan Presiden Prabowo tentang memberi kesempatan kepada koruptor untuk mengembalikan aset hasil korupsi. Namun, hal ini tidak akan menghapus tanggung jawab mereka secara hukum. Pemerintah, melalui berbagai langkah dan upaya, menegaskan komitmennya untuk membasmi korupsi dan menegakkan hukum tanpa kompromi. Strategi nasional pencegahan korupsi telah dilakukan dengan fokus and sasaran yang tepat untuk menjadikan upaya pencegahan lebih efektif dan berdampak nyata.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini merilis data hasil Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) untuk mengukur tingkat perilaku antikorupsi masyarakat. Angka Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) untuk tahun 2024 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mencerminkan pentingnya pembiasaan nilai-nilai antikorupsi sejak dini, terutama di lingkungan pendidikan, untuk membentuk perilaku yang jujur, bertanggung jawab, dan disiplin. Selain itu, laporan IPAK juga mengungkap bahwa penduduk di bawah usia 40 tahun cenderung lebih anti korupsi dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua.
Pendidikan dan lingkungan sosial memiliki peran penting dalam pembentukan perilaku antikorupsi. Melalui pengajaran nilai-nilai antikorupsi sejak dini dan pengembangan sumber pengajaran yang sesuai, diharapkan masyarakat dapat menjadi lebih tahan terhadap praktik korupsi. Hal ini membuka peluang bagi pemerintah untuk lebih efektif dalam mengatasi korupsi dan membangun budaya anti korupsi di masyarakat.