Kapitalisme industri telah menjadi pondasi bagi perkembangan fashion sebagai strategi pemasaran kapitalis. Wilson (1985) dan Faurschou (1988) sepakat bahwa kapitalisme industri dulu memperkenalkan berbagai komoditas untuk memenuhi kebutuhan dasar tanpa mengubah gaya hidup seseorang secara signifikan. Namun, didukung oleh kapitalisme global dan media informasi, fashion menjadi alat yang sepenuhnya dikendalikan oleh kelas sosial dan digunakan untuk memperkuat ketimpangan budaya dan diskriminasi sosial.
Dengan inovasi dalam produksi dan peningkatan penilaian terhadap barang-barang yang mengikuti tren, imajinasi konsumen berkembang sebagai tambahan dari budaya konsumen. Masyarakat perkotaan mulai fokus pada pemasaran fashion, terutama dengan adanya tren yang terus berkembang. Fenomena Fast Fashion awalnya dianggap sebagai model bisnis inovatif dengan manajemen rantai pasokan yang efisien. Namun, kemudian muncul kekhawatiran terhadap praktik yang menyimpang dalam bisnis Fast Fashion, seperti isu perburuhan dan lingkungan.
Sebagai alternatif, gerakan Slow Fashion mulai muncul. Dalam era digital yang cepat berubah, tren mode cepat dan mudah diakses telah menciptakan tekanan bagi Generasi Z, terutama terkait self esteem. Kultur konsumsi yang cepat ini mengakibatkan banyak Generasi Z merasa tertekan untuk mengikuti tren terbaru, yang seringkali dipromosikan oleh selebriti atau influencer.
Tekanan untuk terlihat modis dan mengikuti tren dapat berdampak negatif pada self esteem dan kesehatan mental. Oleh karena itu, penting bagi Generasi Z untuk menemukan keseimbangan antara ekspresi diri melalui fashion dan tekanan konsumsi. Langkah-langkah seperti memprioritaskan kualitas daripada kuantitas, mendukung gerakan Slow Fashion, atau membeli pakaian bekas dapat membantu mengurangi dampak negatif dari fast fashion.
Kesadaran akan dampak negatif fast fashion terhadap kesehatan mental Generasi Z menjadi penting. Mendukung nilai diri yang tidak bergantung pada penampilan fisik atau kepemilikan materi, serta mengedukasi tentang konsekuensi negatif dari fashion yang tidak berkelanjutan, dapat membantu mengurangi tekanan dan meningkatkan self esteem. Melalui langkah-langkah individu dan dukungan terhadap gerakan yang berkomitmen pada produksi fashion yang bertanggung jawab, dapat menciptakan kultur konsumsi yang lebih bertanggung jawab di masa depan.