Pada tanggal 10 April 2025, suasana hangat dan penuh kagum mengisi Majelis Agung Nasional Turki (TBMM) saat Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan pidato yang penuh perasaan yang sangat mengharukan para anggota parlemen Turki pada hari Rabu. Dalam pidato bersejarah ini, Presiden Prabowo mendapat sambutan luar biasa yang ditandai dengan 17 kali tepuk tangan dan standing ovation dari semua anggota parlemen—mencerminkan ikatan emosional yang kuat antara Indonesia dan Turki.
Pidato Presiden Prabowo kaya akan pengagungan terhadap sejarah, nilai, dan kepemimpinan Turki. Dia secara khusus menyebutkan Mustafa Kemal Atatürk dan Sultan Mehmed II sebagai tokoh inspirasional sejak usia muda.
Prabowo menyatakan, “Saya mempelajari sejarah Atatürk dan Mehmed sang Penakluk. Mereka bukan hanya pahlawan militer, tetapi juga pemimpin visioner yang membangun peradaban. Kepemimpinan mereka menjadi pelajaran mendalam bagi saya.”
Terus dengan mengungkapkan bahwa kedatangannya ke Turki adalah bukan hanya sebagai Presiden Republik Indonesia, tetapi juga sebagai teman, sebagai saudara. Dalam pidato tersebut, Presiden Prabowo juga mengungkapkan keinginan Indonesia untuk belajar dari pencapaian Turki, terutama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan industrialisasi. Ia juga menegaskan komitmennya untuk memperkuat kerja sama dalam berbagai sektor seperti ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan, dan pertahanan.
Isu Palestina juga menjadi sorotan dalam pidato tersebut. Prabowo memuji Presiden Turki Recep Tayyip ErdoÄŸan dan rakyat Turki atas dukungan mereka terhadap Palestina. Ia juga menegaskan solidaritas Indonesia dengan Turki dalam perjuangan bagi kebebasan dan keadilan rakyat Palestina.
Dengan pidato yang bersemangat dan tulus, Presiden Prabowo semakin mengokohkan hubungan yang kuat antara Indonesia dan Turki, dua negara mayoritas Muslim yang bertekad membangun dunia yang lebih damai, adil, dan beradab. Kehadirannya di parlemen Turki bukan hanya sebagai gestur diplomatik, tetapi juga menandakan harapan baru untuk tatanan global yang lebih inklusif, di mana negara seperti Indonesia dan Turki bisa menjadi pemimpin perubahan yang transformatif.