Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), meskipun baru berusia dua tahun, kembali direncanakan untuk direvisi dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Anggota Badan Keahlian DPR (BKD) mengadakan rapat tertutup sekitar dua pekan lalu dan menyodorkan draf RUU ASN kepada Komisi II DPR. Namun, pasal-pasal dalam draf RUU itu diprotes keras oleh anggota Komisi II, termasuk Wakil Ketua Komisi II Aria Bima dan sejumlah politikus Golkar.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah terkait wewenang pengangkatan, pemindahan, dan pemecatan pejabat pimpinan tinggi pratama di pusat dan daerah. Sebelumnya, kewenangan ini dipegang oleh menteri atau kepala lembaga serta kepala daerah, namun dalam draf revisi UU ASN, pemerintah pusat dapat mengambil alih wewenang tersebut.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N. Suparman, mengkritik revisi UU ASN terkait pengangkatan pejabat pratama yang dianggap melanggar semangat otonomi daerah. Dia menilai bahwa manajemen ASN seharusnya sepenuhnya dipegang oleh pemerintah daerah dalam skema otonomi.
Herman juga menyoroti bahwa pemindahan kewenangan bertujuan mencegah politisasi ASN setiap kali ada pemilu tidaklah logis, karena tidak ada jaminan bahwa pemerintah pusat dapat menjaga ASN tetap bersih dari pengaruh politik. Menurutnya, manajemen ASN yang dikendalikan pemerintah pusat akan rentan dipolitisasi dan dapat digunakan sebagai alat politik bagi presiden petahana.
Selain itu, Herman juga menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan memberikan tugas tambahan kepada KASN untuk melindungi ASN dari politisasi. Dosen ilmu politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan, menambahkan bahwa manajemen ASN di daerah terkait dengan kultur kerja yang seringkali mengutamakan kepuasan kepala daerah daripada melayani publik.
Meskipun demikian, Bakir tidak setuju jika manajemen ASN di daerah ditarik ke kewenangan pemerintah pusat, karena pengelolaan ASN merupakan bagian dari amanat reformasi terkait otonomi daerah. Menurutnya, penting untuk memaksimalkan kinerja ASN agar dapat lebih efektif dalam melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.