Dalam menghadapi meningkatnya ketegangan geopolitik di luar angkasa, Indonesia dituntut untuk segera merumuskan strategi antariksa nasional yang tidak hanya fokus pada kemajuan teknologi, tetapi juga untuk menjaga kepentingan negara dalam jangka panjang. Perhatian terhadap hal ini disuarakan dalam diskusi publik “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global” yang diselenggarakan oleh Center for International Relations Studies (CIReS) FISIP Universitas Indonesia.
Diskusi ini diawali dengan pembukaan oleh Dekan FISIP UI, Prof. Semiarto Aji Sumiarto, yang menyoroti pentingnya pembahasan mengenai isu antariksa sebagai bagian dari strategi nasional dalam menghadapi tantangan global. Dalam acara tersebut, Prof. Thomas Djamaluddin dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan juga mantan Kepala LAPAN menjadi pembicara utama yang menegaskan bahwa penguasaan teknologi antariksa sangat krusial untuk kedaulatan dan daya saing nasional.
Menurut Prof. Djamaluddin, Indonesia harus segera mengambil langkah-langkah strategis mengingat negara ini sudah memasuki era 1960-an untuk program keantariksaan dan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang meluncurkan satelitnya sendiri. Namun, tantangan saat ini terkait tata kelola, pembiayaan, dan kebijakan pasca integrasi LAPAN ke BRIN menuntut langkah-langkah cepat dan strategis agar Indonesia tidak tertinggal dalam kompetisi ekonomi antariksa global.
Selain itu, kemandirian antariksa juga menjadi sorotan dari mantan Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim, yang menegaskan bahwa ruang antariksa kini memiliki peranan strategis yang sama pentingnya dengan darat, laut, dan udara dalam konteks kedaulatan dan pertahanan negara. Chappy mengusulkan pentingnya diaktifkannya kembali Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional sebagai wadah koordinasi lintas sektor guna menghindari kesalahan seperti kasus FIR yang sempat kehilangan kendali nasional.
Melalui sudut pandang sektor sipil, Anggarini S., M.B.A., dari Asosiasi Antariksa Indonesia, menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap negara lain dalam hal akses data dan peluncuran satelit. Ia juga mendorong pembangunan ekosistem antariksa nasional secara menyeluruh dan pengembangan konstelasi satelit orbit rendah (Low Earth Orbit/LEO) untuk mendukung ekonomi dan layanan publik.
Perspektif politik juga menjadi sorotan utama, seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dr. Dave Laksono, yang menegaskan pentingnya sektor antariksa sebagai indikator kekuatan geopolitik dan ekonomi global. Meskipun belum menjadi prioritas politik, DPR memberikan dukungan untuk percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (RUU PRUN) sebagai landasan hukum untuk penguatan antariksa nasional.
Dari segi perencanaan pembangunan, Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, Kedirgantaraan, dan Antariksa Bappenas, Yusuf Suryanto, menekankan perlunya kerangka pembiayaan yang kuat dan konsistensi lintas sektor agar antariksa dapat menjadi bagian integrasi dari strategi nasional. Yusuf menyoroti RPJPN 2025–2045 yang telah menetapkan sektor antariksa sebagai proyek strategis nasional, namun implementasinya memerlukan kolaborasi dan koordinasi yang baik serta dukungan fiskal yang kuat.
Diskusi yang dihadiri oleh beragam peserta juga turut memberikan perspektif kritis terhadap minimnya dukungan politik terhadap sektor antariksa dan perlunya kesadaran publik yang lebih tinggi terhadap pentingnya sektor ini. Di sisi lain, Arif Nurhakim dari Pusat Riset Teknologi Roket BRIN memberikan sinyal positif terkait pembangunan lembaga antariksa nasional yang lebih berkelanjutan.
Kesimpulannya, Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi penonton dalam kompetisi antariksa global. Dibutuhkan strategi nasional yang komprehensif, lintas sektor, dan berjangka panjang agar Indonesia mampu berdaulat dan kompetitif dalam era ekonomi antariksa yang semakin ketat.
Sumber: Kemandirian Antariksa Indonesia Dan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional: Strategi Menghadapi Rivalitas Global Di Era Ekonomi Antariksa
Sumber: Menggapai Bintang Dengan Strategi Bumi: Urgensi Kebijakan Antariksa Nasional Indonesia