Rabu, 1 November 2023 – 05:55 WIB
Pendekatan total loss yang digunakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menetapkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,03 triliun, disoroti sejumlah saksi ahli dalam persidangan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo.
Hal itu dinilai tidak tepat. Kondisi tersebut pun dinilai jadi peluang para terdakwa dapat vonis lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
“Seharusnya kemarin itu kalau misalnya ada kelalaian itu, kalau ahli yang turun ke lapangan itu tahu bahwa ada kesalahan dalam proses audit, mestinya cepat saja dilakukan yang disebut audit ulang. Untuk melakukan audit ulang yang esensi pokoknya mungkin hasil audit lebih dahulu. Kalau terjadi kekeliruan langsung dihitung di situ, bahwa itu salah, ini salah, supaya ini menjadi bahan hakim untuk menetapkan kerugiannya seperti apa,” kata ahli hukum pidana Mudzakkir kepada wartawan, Selasa 31 Oktober 2023.
Para terdakwa mestinya segera mengambil langkah demi meluruskan dugaan kesalahan perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh BPKP dalam kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo. Apalagi sidang masih berlangsung.
“Yang paling penting ya para terdakwa pada saat itu cepat-cepat dong meluruskan, bahwa berdasarkan auditor itu segera menghitung ulang dalam arti meluruskan hitungan BPKP bahwa ini tidak masuk, ini tidak masuk, yang ini tidak masuk. Alasan satu, dua, tiga, lalu menilai bahwa kalau ada kerugian sejumlah ini, gitu,” kata dia.
“Kalau itu dilakukan, hakim nanti akan berpedoman besaran kerugian itu sebagai instrumen penjatuhan pidana. Itu harus dilakukan (apalagi persidangan masih berlangsung), jadi produknya itu kritik tanpa audit, kemudian auditnya itu harus direvisi. Mestinya dilakukan seperti itu,” ucapnya menambahkan.
Mudzakkir menyebut, hitungan kerugian keuangan negara kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo yang dinilai tak tepat oleh sejumlah saksi ahli di persidangan pun bisa saja benar terjadi. Apalagi, BPKP dinilai tak mempertimbangkan ada pekerjaan masih berlanjut hingga adanya pengembalian uang yang dilakukan oleh konsorsium pelaksana proyek sebesar Rp1,7 triliun kepada BAKTI.
“Kalau BPKP itu kalau di dalam proses penilaiannya itu mungkin benar bisa lalai, karena mungkin juga tidak mempertimbangkan tingkat kesulitan pekerjaan yang ada pemasangan BTS di tempat daerah tertinggal, terdepan dan terluar itu. Istilahnya 3T itu, karena jauh dan di perbatasan juga, mestinya itu kan dipertimbangkan juga,” katanya.
Selanjutnya, proyek BTS 4G merupakan perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang kemudian terbentur situasi COVID-19. Proses pelaksanaan pun pada akhirnya mengikuti kebijakan pemerintah selama pandemi.
“Mungkin BPKP tidak melihat itu, dia melihatnya waktunya saja, bahwa waktunya adalah lampau ya, waktunya lampau, tidak pernah diperhitungkan disebabkan karena situasi kondisi yang oleh pemerintah dulu kan menjadi lockdown. Itu yang menyebabkan proses-proses itu terhambat,” ucap Mudzakkir.
Berdasarkan pengamatannya, hingga proses persidangan kasus terbaru pun proyek BTS 4G sudah dalam tahap 97 persen penyelesaian. Tak dipungkiri waktunya memang mundur, tapi hal itu disebabkan oleh situasi kondisi. Lebih lanjut dikatakan, yang mengejutkan terdapat pernyataan dari saksi ahli JPU menerangkan memeriksa proyek BTS pakai google earth yang diklaimnya live seperti CCTV yang mana hal tersebut ditentang oleh ahli lainnya sehingga dapat dilihat bahwa penentuan status proyek mangkrak sangat dipaksakan.
“Jadi kalau itu misalnya dipertimbangkan sampai detik hari ini perkara itu masuk, itu sudah 97 persen. Nah pertanyaannya nggak paham kita BPKP itu menilainya seperti apa. Kalau itu tidak dipertimbangkan, terus kemudian kerugiannya menjadi tinggi, ya saya sependapat dengan pendapat ahli yang bersangkutan itu. Standar auditnya itu lho,” katanya lagi.