Selasa, 5 Desember 2023 – 23:14 WIB
Jakarta – Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara Petrus Selestinus angkat bicara terkait penunjukan Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK sementara pengganti Firli Bahuri. Hal ini tentu merugikan KPK sebagai lembaga anti rasuah.
Baca Juga : Cak Imin Janji Perkuat KPK Lewat Perppu, TKN Prabowo: Bagi Kami Pencegahan Lebih Penting
“Posisi KPK saat ini macet karena semua produk yang dihasilkan cacat,” kata Petrus dalam Focus Group Discussion Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) bertema ‘Menyoal Pergantian Pimpinan KPK’, Selasa, 5 Desember 2023.
Lantaran produk yang dihasilkan cacat, sambung Petrus, para tersangka akan mudah berkelit dari jerat hukum KPK. Salah satunya melalui praperadilan.
“Mereka jadi mudah mengajukan praperadilan karena tahu pengangkatan Nawawi cacat hukum,” jelasnya.
Menurut Petrus, Nawawi lebih baik melepaskan jabatan Ketua KPK sementara. Setelahnya, mengajukan ke Presiden Joko Widodo untuk menunjuk satu nama untuk memimpin KPK menggantikan Firli Bahuri.
“KPK sangat penting karena banyak menghadapi kasus besar. Jika terus digantung justru akan menguntungkan koruptor. Kami mendesak pimpinan KPK ambil sikap,” tegasnya.
Lebih jauh Petrus juga menyoroti kesan ‘saling sandera’ antara Firli dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto. Penetapan tersangka Firli oleh Polda Metro Jaya tentu mencoreng nama KPK, terlebih ia juga purnawirawan bintang tiga Polri.
“Ini seperti suatu desain supaya KPK ompong dan tidak berdaya. Proses saling sandra ini justru yang rugi tetap KPK,” kata dia.
Dalam diskusi ini turut hadir Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran Prof. Romli Atmasasmita dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Prof. Dr I Gede Pantja Astawa.
Prof Romli pun mengamini apa yang disampaikan Petrus. Menurut Prof Romli, pengangkatan Nawawi Pomolango memang keliru.
Sebab, sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka aturan hukum ini yang berlaku.
Seharusnya penggantian Ketua KPK mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK tersebut, bukan Perppu Tahun 2015.
Pasal 32 dan 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur soal penunjukan dan penggantian pimpinan KPK yang diberhentikan karena menjadi tersangka tindak pidana kejahatan.
“Presiden menggunakan undang-undang yang sudah dicabut sebagai dasar penunjukan Nawawi,” kata dia.