Pemerintah dan DPR semakin serius dalam merealisasikan wacana mengubah Badan Keamanan Laut (Bakamla) menjadi Guard Pantai Indonesia. Gagasan untuk mengubah Bakamla menjadi Coast Guard Indonesia kembali muncul dalam rapat kerja yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Rabu (19/6) lalu.
Selain anggota pansus RUU Kelautan, sejumlah petinggi Bakamla hadir dalam rapat tersebut, termasuk Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Irvansyah. Dalam kesempatan tersebut, Irvansyah meminta agar peran Bakamla sebagai coast guard yang berwenang menangani semua tindakan pidana di laut dimasukkan dalam substansi RUU.
Menurut Irvansyah, Bakamla telah menjalankan fungsi coast guard sebagaimana yang tercantum dalam PP 13 tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia. Ia berharap Bakamla dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) segera ditetapkan sebagai Coast Guard Indonesia agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan di laut.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto juga menyatakan usulan untuk mengubah Bakamla menjadi Coast Guard Indonesia dalam rapat bersama anggota Pansus RUU Kelautan di DPR pada awal Juni. Hadi mengatakan bahwa transformasi Bakamla menjadi Coast Guard Indonesia telah menjadi arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak tahun 2014.
Meskipun demikian, Ketua Pansus RUU Kelautan Utut Adiyanto tidak setuju dengan transformasi Bakamla menjadi Coast Guard Indonesia diatur melalui RUU Kelautan. Menurut Utut, dibutuhkan regulasi khusus yang mengatur mengenai coast guard diluar RUU Kelautan.
Di sisi lain, Direktur National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi sepakat bahwa perlu adanya regulasi khusus yang mengatur coast guard. Ia juga meminta agar RUU Kelautan tidak dipaksakan untuk diselesaikan oleh anggota DPR periode 2019-2024.
Siswanto menegaskan bahwa Bakamla tidak perlu tergesa-gesa menjadi lembaga super body. Ia juga menolak adanya upaya untuk mencurangi kewenangan lembaga lain dalam proses transformasi Bakamla.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Faudzan Farhana, mengatakan bahwa transformasi Bakamla sebagai coast guard dianggap sarat kepentingan politik dari TNI. Faudzan menyarankan agar wewenang Bakamla dibatasi hanya pada wilayah yurisdiksi Indonesia.
Faudzan juga mengingatkan agar DPR tidak menjadikan Bakamla sebagai badan super melalui RUU Kelautan. Ia berharap bahwa kewenangan Bakamla tidak melebihi peran utama coast guard sebagai institusi penegak hukum di laut.
Salah satu peneliti BRIN menyinggung bahwa revisi RUU Kelautan bertujuan untuk memperkuat Bakamla sebagai bagian dari TNI. Bakamla dimaksudkan untuk diisi oleh perwira TNI yang selama ini menjadi non-job karena keterbatasan jabatan struktural.
Meskipun demikian, peneliti tersebut setuju bahwa Bakamla harus menjadi lembaga multifungsi. Selain berperan sebagai lembaga penegak hukum di laut, Bakamla juga dapat bertugas sebagai lembaga SAR, penjaga perbatasan, dan memiliki peran institusi sipil yang tidak didominasi oleh perwira TNI.