Home Politik Pilwalkot Palembang Tanpa Petahana: Pertarungan Terbuka

Pilwalkot Palembang Tanpa Petahana: Pertarungan Terbuka

Pasangan Yudha Pratomo Mahyudin-Baharuddin (Yudha-Bahar) secara resmi mengumumkan pencalonan mereka dalam Pilwalkot Palembang 2024. Pasangan ini telah mendapatkan rekomendasi dari Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pengumuman tersebut dilakukan di bawah Jembatan Ampera, Sabtu (27/7). Jembatan Ampera dipilih sebagai lokasi deklarasi karena dianggap sebagai ikon Kota Palembang dan pusat ekonomi.

“Di sekitar Ampera masih terdapat banyak masalah di kota, mulai dari kemacetan, kekotoran, keterlaluan, ketidakamanan, parkir, fasilitas umum, dan sebagainya. Masalah-masalah ini sudah lama ada, tetapi tidak pernah terselesaikan,” ujar Yudha di hadapan ratusan pendukung.

Yudha saat ini menjabat sebagai Ketua DPC Demokrat Palembang dan telah mencalonkan diri sebagai calon wakil Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2018. Sementara itu, Baharuddin saat ini menjabat sebagai Ketua DPD PKS Palembang.

Selain Yudha-Bahar, Pilwalkot Palembang juga akan diikuti oleh pasangan Fitrianti Agustinda dan Nandriani Octarina (Fano). Fitriani adalah Wakil Wali Kota Palembang sekaligus Ketua DPC Nasdem Palembang. Octarina dikenal sebagai seorang pengusaha muda yang sukses di Palembang.

Ratu Dewa, yang merupakan kandidat Wali Kota Palembang terkuat menurut sejumlah lembaga survei, juga akan segera mengumumkan pencalonannya dalam Pilwalkot Palembang. Dewa dipastikan akan maju setelah resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekda Palembang.

Dewa akan berpasangan dengan Prima Salam, Ketua DPC Gerindra Palembang. “Kami akan segera mengumumkan pencalonan kami,” ujar Prima kepada wartawan di Palembang.

Seorang calon lain yang muncul secara potensial menjelang batas waktu pendaftaran adalah M Hidayat. Hidayat adalah anggota DPRD Palembang dan Ketua DPD Golkar Palembang. Hidayat diprediksi akan berpasangan dengan Charma Afrianto, seorang pengusaha muda yang juga merupakan Ketua Umum Gencar Indonesia.

Analisis politik dari Universitas Lampung, Darmawan Purba, mengatakan bahwa Pilwalkot Palembang menjadi semakin ramai dengan banyaknya kandidat yang maju karena tidak adanya petahana. Haryojono, Wali Kota Palembang periode 2018-2023, memilih untuk kembali ke kampung halamannya setelah masa jabatannya berakhir.

“Kehadiran free area memungkinkan para politisi bersaing secara kompetitif, di mana rivalitas antar kandidat menjadi lebih terbuka,” kata Darmawan kepada Alinea.id, pada Senin (29/7).

Ketidakhadiran petahana membuka kesempatan dan memberikan motivasi bagi tokoh politik lokal di Palembang untuk maju dalam pilwalkot. Tipologi multikultural kota membentuk preferensi politik masyarakat yang beragam, tercermin dari distribusi kursi partai politik di Palembang yang cukup merata.

“Sebagai konsekuensinya, pengusungan calon kepala daerah dilakukan melalui koalisi lintas partai. Situasi ini juga mempengaruhi optimisme dan keberanian elit partai untuk bersaing dalam pilkada,” kata Darmawan.

Menurut Darmawan, semua kandidat dalam Pilwalkot memiliki keunggulan masing-masing. Yudha-Bahar, misalnya, adalah kandidat yang paling progresif dalam persiapannya. Sementara itu, Dewa memiliki keunggulan berdasarkan modal sosialnya sebagai mantan penjabat Wali Kota Palembang.

Namun, Dewa tetap harus bekerja keras untuk mendapatkan rekomendasi partai politik. “Dewa adalah kandidat dengan elektabilitas tinggi di Pilwalkot Palembang ke depan. Yang penting adalah bagaimana koalisi yang mendukung atau mencalonkannya dapat terbentuk,” tambah Darmawan.

Hasil survei Charta Politika yang dirilis pada bulan Juni menunjukkan tingkat keterpilihan Dewa dalam Pilwalkot Palembang mencapai 38,2%. Fitriani berada di peringkat kedua dengan elektabilitas 23,7%, diikuti oleh Yudha Pratomo dengan 20,5%. Elektabilitas kandidat lain masih di bawah 2%.

Darmawan berpendapat bahwa kandidat yang berpengalaman dalam pemerintahan dan dekat dengan pemilih potensial memiliki kesempatan besar untuk menang dalam Pilwalkot Palembang. Dukungan partai dan organisasi sosial masyarakat juga menjadi faktor penting dalam kemenangan kandidat.

“Terakhir, kandidat yang memiliki modal ekonomi akan lebih mudah untuk mempengaruhi suara pemilih. Kepemilikan tiga modalitas tersebut akan menjadi penentu kandidat yang akan menang dalam pilkada ke depan,” tutup Darmawan.

Source link

Exit mobile version