Setelah melalui perdebatan selama berpekan-pekan, mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) akhirnya setuju untuk ikut serta dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Keterlibatan RK dalam pencalonan dimulai dengan pembentukan Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus. Khususnya di ibu kota, KIM plus sedang merencanakan skenario calon tunggal.
Setidaknya ada tiga partai politik yang dapat diajak bergabung ke KIM plus untuk mewujudkan hal itu, yaitu Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Ketiga partai tersebut merupakan pendukung Anies Baswedan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Jika ketiganya berhasil diajak, Anies dipastikan tidak akan memiliki peluang untuk maju dalam Pilgub DKI.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok juga menghadapi masalah yang serupa. Ahok tidak akan dapat maju dalam Pilgub DKI jika hanya mengandalkan PDI-Perjuangan. Dibutuhkan 23 kursi DPRD DKI untuk mencalonkan kandidat dalam Pilgub, sementara PDI-Perjuangan hanya memiliki 15 kursi.
Direktur Eksekutif Citra Institute Yusak Farchan percaya bahwa skenario pemilihan lawan kotak kosong dapat terjadi dalam Pilgub DKI Jakarta. Pasalnya, Nasdem, PKS, dan PKB sudah lama diisukan akan masuk dalam koalisi pendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurut Yusak, ketiga partai tersebut memiliki kepentingan untuk masuk ke pemerintahan Prabowo-Gibran, sehingga kompromi politik kemungkinan akan dilakukan.
PKS saat ini mendominasi di Kebon Sirih dengan 18 kursi DPRD DKI. Sementara itu, NasDem memperoleh 11 kursi dan PKB memperoleh 10 kursi. Diluar KIM, kursi sisanya di DPRD DKI dibagi antara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Perindo, masing-masing hanya memiliki 1 kursi.
Jika ketiga partai pengusung Anies pindah aliran, maka Anies dan Ahok tidak akan memiliki peluang maju. Namun, ini tidak berarti bahwa RK akan memenangkan dengan mudah. Kotak kosong yang mewakili pendukung Anies dan Ahok bisa saja mengalahkan RK dengan sangat memalukan.
Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan Anies sebagai kandidat terkuat dalam Pilgub DKI dengan tingkat kepopuleran 29,8%. Ahok berada di urutan kedua dengan tingkat kepopuleran 20,0%. Sementara RK hanya memiliki 8,5%.
Yusak berharap KIM akan menarik kembali rencananya untuk menciptakan calon tunggal dalam Pilgub DKI. Menurutnya, Anies, Ahok, dan RK memiliki kompetensi untuk memimpin DKI, sehingga adanya persaingan akan membuat pilihan publik lebih menarik.
Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayah berpendapat bahwa hanya PKS yang tidak tergoda untuk bergabung dengan KIM. NasDem dan PKB nampaknya mudah untuk melakukan barter politik dengan KIM untuk masuk dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Jika PKB dan NasDem memilih untuk keluar, menurut Cecep, PKS bisa berkoalisi dengan PDI-P. Ada kemungkinan Anies akan berpasangan dengan Ahok sebagai cagub-cawagub, yang akan menjadi pasangan yang sulit dikalahkan meskipun KIM mendapatkan dukungan mayoritas parpol di DPRD DKI.
Koordinator Presidium Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANies) La Ode Basir menyatakan bahwa para relawan dan pendukung Anies tidak akan membiarkan skenario pemilihan lawan kotak kosong terjadi dalam Pilgub DKI. Menurut La Ode, jika hal itu terjadi, maka demokrasi akan dirusak dan relawan tidak akan tinggal diam.
Kesimpulannya, Pilgub DKI Jakarta sepertinya akan diwarnai dengan tarik-menarik politik yang menarik, terutama dengan kemungkinan skenario calon tunggal dan kotak kosong yang bisa mempengaruhi hasil pemilihan.