Home Politik Gagalnya strategi borong partai KIM dan putusan MK

Gagalnya strategi borong partai KIM dan putusan MK

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah telah mengubah konstelasi politik dalam pilkada di beberapa daerah. Menjelang pendaftaran, beberapa partai politik memutuskan untuk keluar dari koalisi yang telah terbentuk dan mencalonkan kandidat sendiri.

Di Banten, misalnya, Golkar memutuskan untuk mengusung Airin Rachmi Diany sebagai kandidat gubernur. Sebelumnya, Golkar bersiap untuk mendukung pasangan Andra Soni-Ahmad Dimyati yang juga didukung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus. Namun, setelah Airin resmi diusung oleh PDI-Perjuangan, Golkar berubah sikap dan mengusungnya sebagai kandidat Gubernur Banten.

Di Tangerang Selatan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga keluar dari KIM plus dan mencalonkan pasangan Ruhamaben-Shinta Wahyuni. Sebelumnya, PKS bersama mayoritas anggota KIM mendukung pasangan petahana Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan.

Perubahan dalam peta koalisi ini juga terjadi di pilkada beberapa daerah lainnya, seperti di Pilgub Jawa Barat, Pilgub Jawa Timur, Pilwalkot Tangerang, Pilwalkot Bukittinggi, dan Pilbup Bondowoso.

Menurut analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Putusan MK nomor 60 mengubah koalisi di pilkada di berbagai daerah. Putusan ini membuat KIM plus fokus hanya pada beberapa daerah strategis.

Yusak Farhan, Direktur Eksekutif Citra Institute, juga menilai bahwa Putusan MK nomor 60 mempengaruhi strategi borong partai dengan banyak parpol kecil yang berani berkoalisi dan mengusung pasangan sendiri.

Yusak berpendapat bahwa putusan MK seharusnya dapat mencegah strategi borong partai lebih efektif jika dikeluarkan lebih cepat. Saat ini, ada 43 daerah yang pilkadanya bakal digelar dengan calon tunggal atau pilkada lawan kotak kosong.

Namun, Yusak menekankan bahwa masih ada harapan karena pilpres masih berlaku 20 persen.

Source link

Exit mobile version