Rekam jejak aktivitas media sosial kandidat calon kepala daerah mulai dikuliti warganet jelang Pilkada Serentak 2024. Calon Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil (RK) jadi korban keingintahuan warganet. Cuitan-cuitannya soal Jakarta dan yang bernada seksis di masa lalu kembali viral.
Salah satu cuitan yang diviralkan ialah pendapat RK soal karakter warga DKI Jakarta di akun X (dulu Twitter). Cuitan itu diunggah RK pada 6 Juni 2011 atau sekitar 13 tahun yang lalu.
“Tengil, gaul, glamor, songong, pelit, gengsian, egois, pekerja keras, tahan banting, pamer, hedon. Itu karakter orang JKT. #citybranding”, tulis RK.
Ada pula cuitan RK sekira sebulan sebelumnya yang dijadikan “materi diskusi” warganet. “Tips Bank: Sblm buka rek, lihat ukuran lingkar dada customer service anda. Kl terlalu besar, curigai. Segera pindah ke Bank lain. #MD,” ujar RK.
Saat berbalas komentar, warganet memandang cuitan itu dianggap seksis. Tak mau terus berpolemik, RK buru-buru minta maaf. Meskipun ketika itu RK belum menjadi pejabat publik, RK mengakui cuitan-cuitan lamanya kurang bijak atau bahkan terkesan tak sopan.
“Saya mohon maaf jika ada pihak-pihak yang tersakiti, terkritik, tersindir, atau terhina dengan cara saya berekspresi,” tulis RK di akun X @ridwankamil, Minggu (25/8).
Seteru RK, Pramono Anung juga jadi sasaran tembak. Warganet memviralkan serangkaian cuitan Pramono di akun @pramonoanungw yang dinilai bernada seksis.
Salah satunya ialah ketika bercanda soal kesamaan payudara dan loket: “Kesamaan LOKET dan TOKET.. Kalau pengen tahu sama2 DIINTIP.. #nyantai ah,” cuit Pramono pada 12 November 2010.
Namun, Pramono mengaku tidak menyesal pernah mencuit dengan bernada seksis. Politikus PDI-Perjuangan itu merasa tidak menyinggung seseorang dan tidak menebar konten pornografi di media sosial.
Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengapresiasi “keseriusan” warganet dalam mengungkap etika dan moral pada kandidat via unggahan di media sosial. Hal itu menandakan warga tidak acuh tak acuh dengan calon kandidat yang akan bertarung.
“Saya menilainya konstruktif untuk masyarakat, supaya kita bisa berefleksi mana calon pemimpin yang mendekati idealnya seorang pemimpin,” ucap Nia kepada Alinea.id, Jumat (6/9).
Calon pejabat publik, kata Nia, sudah sepatutnya bijak dalam bermedia sosial. Para kandidat kepala daerah semestinya tak mengeluarkan pernyataan yang bisa memecah belah masyarakat atau malah menimbulkan kebencian.
“Pernyataan yang ia keluarkan atau tuliskan di media sosial bisa menjaga soliditas dalam masyarakat. Saya kira, masyarakat juga menilai calon pemimpin atau pemimpin yang aktif di dunia sosial itu kurang mempunyai kinerja yang optimal untuk memajukan masyarakat,” tuturnya.
Analis politik dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Djoni Gunanto menilai inisiatif warganet melacak rekam jejak para calon pejabat publik di media sosial tidak bisa dihindari. Bahkan, bukan tidak mungkin upaya itu merupakan bagian dari operasi politik.
“Menjelang atau pada saat kontestasi politik, biasanya jejak digital dijadikan komoditas politik. Yang positif dijadikan sebagai framing meningkatkan popularitas yang berpengaruh terhadap elektabilitas. Yang negatif biasanya dijadikan propaganda politik untuk menjatuhkan, mendiskreditkan, atau melemahkan calon,” ucap Djoni kepada Alinea.id, Kamis (5/9).
Idealnya, menurut Djoni, para calon pejabat publik atau mereka yang berniat menggeluti dunia politik arif dalam bermedia sosial. Dengan begitu, jejak digital mereka di masa lalu tidak akan jadi bumerang pada ruang dan waktu yang lain.
“Saat ini jejak digital tidak bisa dihindari (disembunyikan) karena publik bisa mengakses secara bebas. Sehingga (unggahan di media sosial) ini menjadi sesuatu yang bisa dicatat oleh publik, baik dari sisi positif maupun sisi negatif,” ucap Djoni.
Selain RK dan Pramono, warganet saat ini juga sedang menguliti jejak digital Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka. Gibran diduga pemilik akun @fufufafa di Kaskus. Jelang Pilpres 2019, akun itu rutin berkomentar negatif soal Prabowo.
Salah satu unggahan]akun Fufufafa yang disorot ialah menyindir Prabowo dan Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusuo atau biasa disapa Didit Prabowo. Didit ialah anak semata wayang Prabowo dan Titiek Soeharto.
“Tentara pecatan, cerai, anak melambai, pendukungnya radikal, partai koalisi gak all out mendukung,” tulis akun Fufufafa. Tangkapan layar komentar itu disebarluaskan warganet di media sosial.
Hingga kini, Gibran belum berkomentar soal itu. Namun, staf khusus Presiden Jokowi, Grace Natalie mengatakan tudingan bahwa akun tersebut milik Gibran belum tentu benar.