Wacana bergabungnya PDI-Perjuangan ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) terus menguat seiring rencana pertemuan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Prabowo disebut-sebut telah menyiapkan jatah menteri bagi PDI-P jika bersedia bergabung di pemerintahannya.
Ketua DPP PDI-P Puan Maharani mengatakan wacana bergabungnya PDI-P ke KIM bisa saja terealisasi. Namun, keputusan terkait itu baru bakal diambil setelah pertemuan Megawati-Prabowo jelang pelantikan pada Oktober mendatang.
“Semuanya tidak ada yang tidak mungkin. Mungkin saja (PDI-P bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran),” kata Puan kepada wartawan di kawasan Karet Tengsin, Jakarta, Sabtu (21/9) lalu.
Prabowo diisukan bakal mengajak Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Budi Gunawan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Abdullah Azwar Anas untuk memperkuat kabinet Prabowo-Gibran jika PDI-P bersedia bergabung. Keduanya dikenal sebagai orang dekat Megawati.
Guru besar ilmu politik dan keamanan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi mengatakan PDI-P bakal menetapkan sejumlah syarat yang sulit untuk dipenuhi Prabowo sebelum memutuskan bergabung di koalisi parpol pendukung Prabowo-Gibran.
Pertama, Prabowo harus mengurangi pengaruh Jokowi dalam pemerintahan. Kedua, kewenangan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden harus dibatasi selayaknya Ma’ruf Amin ketika menjadi pendamping Jokowi. Terakhir, baru soal jatah kursi menteri.
“Kalau poin satu dan dua tidak bisa dipenuhi Prabowo, rasanya berat PDI-P bergabung ke pemerintahan Prabowo. Sementara yang ketiga, saya lihat, berapa pun jatah menteri yang diberi tidak akan menjadi masalah bagi PDI-P atau Megawati selama poin satu dan poin dua bisa dipenuhi Prabowo,” ucap Muradi kepada Alinea.id, Senin (23/9).
Muradi menilai Prabowo enggan berseberangan dengan PDI-P dan Megawati. Pasalnya, PDI-P terkenal tangguh sebagai oposisi selama sepuluh tahun era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sebagai dasar argumentasi, Muradi mencontohkan kebijakan ekspor pasir laut yang belakangan ramai ditolak sejumlah kader Gerindra. Pada era Megawati, ekspor pasir laut dilarang.
“Dari situ, bisa dilihat sebenarnya Gerindra menolak ekspor pasir laut karena tidak ingin menerima kebijakan yang bisa menyulitkan Prabowo pada pemerintahannya, terutama sehubungan dengan Megawati. Mereka tidak mau terjebak dengan soal ekspor pasir laut ini,” ucap Muradi.
Muradi melihat keputusan menjadi oposisi atau bagian dari pemerintahan Prabowo-Gibran tidak akan diambil PDI-P dalam waktu dekat. PDI-P, kata dia, bakal memberi kesempatan kepada koalisi pendukung Prabowo-Gibran untuk “berbulan madu” terlebih dahulu.
“Baru nanti setelah seratus hari pemerintahan, akan dievaluasi kabinet Prabowo-Gibran itu. Saya kira PDI-P akan menunggu mungkin seratus hari atau opsi kedua menunggu PDI-P menggelar kongres pada bulan April 2025,” ucap Muradi.
Langkah PDI-P selanjutnya, kata Muradi, sangat ditentukan oleh pilihan Prabowo. Jika dalam seratus hari pemerintahannya, Prabowo justru kian solid dengan Jokowi, maka PDI-P kemungkinan akan memilih jalur oposisi. “Saya kira PDI-P akan berada di luar,” tegasnya.
KIM saat ini beranggotakan empat parpol penghuni parlemen, yakni Gerindra, Golkar, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan NasDem diwacanakan bakal segera bergabung dalam kerangka KIM plus. Jika PDI-P juga ikut bergabung, maka tak ada oposisi di parlemen.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak mengkritik upaya Prabowo yang ingin meniadakan oposisi dengan merangkul semua partai politik. Menurut dia, pemerintahan Prabowo rentan otoriter tanpa pengawasan kuat dari parlemen.
“Semua hendak diikat dalam koalisi gemuk pemerintahan. Parpol yang tidak mau mungkin akan dibabat, dianggap tidak nasionalis, dan tidak membantu program pemerintah. Ini sesat pikir yang mengkhawatirkan. PDI-P baiknya berkomitmen sebagai oposisi sehingga akan punya marwah yang baik,” ucap Zaki kepada Alinea.id, Selasa (24/9).
Jika kongsi politik PDI-P dan Prabowo terealisasi, menurut Zaki, PDI-P hanya bakal untung sesaat. Dalam jangka panjang, PDI-P justru potensial terkooptasi oleh Prabowo-Gibran. PDI-P juga bisa menderita kerugian elektoral pada pemilu selanjutnya.
Di lain sisi, gagasan kabinet zaken yang digaungkan elite-elite KIM juga tak akan mudah direalisasikan jika PDI-P bergabung. Menurut Zaki, PDI-P akan minta jatah di berbagai kementerian strategis, semisal Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jaksa Agung, dan Kapolri.
“Selain itu, PDI-P juga kemungkinan akan minta jabatan-jabatan penting BUMN. Jika semua diikuti, pemerintahan jadi sangat pragmatis. Zaken kabinet yang dijanjikan tinggal ilusi demi menampung petugas-parpol,” ucap Zaki.