Opini menarik dari Yusuf Ibrahim, seorang Penikmat Sepak bola dan Podcaster, mempertanyakan mengapa mayoritas pengamat dan komentator sepak bola di Indonesia bukanlah mantan pemain atau pelatih. Berdasarkan pengamatannya selama 20 tahun di ANTV, Yusuf mengungkap bahwa pada era 90-an, ketersediaan pengamat sepak bola masih terbatas, dengan kebanyakan stock hanya ada di TVRI dan RRI. Namun, ketika ANTV mulai menyiarkan beragam kompetisi sepak bola lokal dan liga populer dunia, mereka memberikan kesempatan luas bagi mantan pemain dan pelatih untuk menjadi pengamat dan komentator.
Di era TV penayang sepak bola seperti TVRI, TPI, RCTI, dan ANTV, sejumlah mantan pemain dan pelatih pun ikut serta dalam program siaran langsung maupun chat-show seputar sepak bola. Nama-nama seperti Coach Danurwindo, Coach Rakhmad Darmawan, hingga Dede Sulaiman dan Herry Kiswanto menjadi contoh mantan pemain dan pelatih yang aktif sebagai pengamat. Meskipun demikian, Yusuf juga menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi mantan pemain dan pelatih yang ingin menjadi pengamat atau komentator, seperti kebutuhan akan kemampuan bernarasi, keberadaan data yang terupdate, dan ketersediaan waktu.
Meskipun ada variasi pengamat dan komentator sepak bola di luar negeri yang tidak berasal dari mantan pemain atau pelatih, seperti jurnalis sepak bola dan penulis buku analisis taktik, hal ini menjadi perdebatan menarik di Indonesia. Greg Nwokolo, Hamka Hamzah, dan Rochi Putiray pun boleh jadi mempertanyakan keberadaan pengamat non mantan pemain dan pelatih. Namun, pada akhirnya, penting bagi para mantan pemain dan pelatih yang ingin bersaing sebagai pundit sepak bola untuk terus belajar, mengasah kemampuan komunikasi, dan menunjukkan kemampuan mereka kepada media besar. Publiklah yang akan menilai siapa yang pantas menjadi pengamat sepak bola yang berkualitas di Indonesia.