Monday, March 24, 2025

Tips Penting Rencana Mudik:...

Meningkatnya jumlah pemudik yang mencapai lebih dari 146 juta orang untuk tahun ini,...

Baznas Bengkalis Salurkan Bantuan...

Bupati Bengkalis, Kasmarni, bersama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Bengkalis telah menyalurkan...

Jadwal Mobil SIM Keliling...

Hari ini, Senin 24 Maret 2025, adalah jadwal mobil SIM Keliling di berbagai...

Reformasi Intelijen Indonesia: Menyesuaikan...

Reformasi Intelijen Indonesia memerlukan penguatan pengelolaan SDM yang kompeten dan pengawasan yang lebih transparan agar intelijen dapat lebih efektif dalam menjaga keamanan nasional.
HomeOpiniFilsafat Alat Bukan...

Filsafat Alat Bukan Tujuan: Penemuan dan Wawasan Baru

Filsafat sering disalahartikan sebagai sesuatu yang rumit, aneh, terlalu panjang, atau bahkan menyesatkan. Beberapa orang menganggap dunia filsafat menakutkan, terlepas dari pemahaman yang minim tentangnya. Namun, di Indonesia, beberapa tokoh mulai menyingkap kebenaran tentang filsafat untuk meluruskan pandangan negatif yang telah berkembang di masyarakat. Meskipun begitu, stigma negatif terhadap filsafat masih tetap ada, bahkan anggapan bahwa filsafat adalah hal yang haram juga mulai menyebar.

Filsafat merupakan bidang studi yang diajarkan hampir di setiap perguruan tinggi, dalam berbagai jurusan. Mulai dari filsafat umum, filsafat praktis, filsafat politik, filsafat agama, hingga ilmu-ilmu yang lahir dari filsafat seperti logika dan retorika. Penelitian filsafat dalam setiap jurusan bertujuan untuk menciptakan mahasiswa yang kritis, sistematis, universal, dan radikal dalam berpikir. Namun, sayangnya, filsafat masih dianggap tabu di mata masyarakat umum.

Buku-buku filsafat seringkali menghadirkan pemikiran yang menantang dan tidak terduga yang sering kali bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Ungkapan kontroversial dari para filsuf seperti “Tuhan telah mati” oleh Nietzsche, “Agama adalah candu” oleh Karl Marx, atau “Keyakinan agama adalah omong kosong” oleh David Hume, memang dapat membingungkan. Namun, esensi sejati dari filsafat sebenarnya berakar pada penggunaan akal manusia.

Kekeliruan dalam memahami filsafat sering kali terjadi karena beberapa alasan. Pertama, sikap kritis, radikal, dan sistematis para filsuf sering kali dianggap sebagai kesesatan. Kedua, konteks kehidupan seseorang sangat mempengaruhi pola pikirnya, seperti yang terlihat dalam teori Marxisme tentang agama. Dan ketiga, keragaman perspektif membawa pada kesimpulan yang berbeda-beda, namun sebenarnya hanya mencerminkan perbedaan sudut pandang.

Secara keseluruhan, filsafat seharusnya dipandang sebagai alat berpikir yang memungkinkan manusia untuk mengambil keputusan yang bijaksana. Dengan terus merenungkan dan mempertanyakan segala hal, manusia dapat terus berkembang dan berevolusi. Oleh karena itu, stigma negatif terhadap filsafat seharusnya dihilangkan demi kemajuan pemikiran dan kebijaksanaan manusia.

Semua Berita

Rantai Pasok Hijau: Tantangan dan Potensi

Mengapa Penerapan Rantai Pasok Hijau Adalah Investasi yang Penting Menjaga keseimbangan lingkungan bumi memang tidaklah mudah. Data terbaru dari Copernicus Climate Change Service (C3S) menunjukkan bahwa suhu rata-rata global telah meningkat menjadi 14,08 derajat Celsius pada Maret 2025. Hal ini...

Strategi Budidaya Kurma di Indonesia: Teknologi dan Inspirasi Sukses

Pertumbuhan komoditas kurma di Indonesia semakin menarik perhatian karena permintaan yang terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor kurma ke Indonesia mencapai 55,43 ribu ton pada tahun 2024 dengan nilai US$79,74 juta. Trend impor kurma...

Potensi Cabe Jawa dalam Era Modern

Pernahkah Anda membayangkan bagaimana kehidupan kuliner masyarakat Nusantara saat Kerajaan Majapahit? Apakah mereka telah menikmati kepedasan seperti yang kita nikmati sekarang? Pada masa itu, masyarakat Nusantara belum mengenal cabai merah atau cabai rawit yang sekarang menjadi bumbu utama dalam...

Kategori Berita