Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) telah membahas calon pahlawan nasional tahun 2025 pada bulan Maret 2025. Ada sepuluh tokoh yang diusulkan, termasuk nama-nama seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Bisri Sansuri, Idris bin Salim Al-Jufri, dan lainnya. Selain itu, ada juga delapan tokoh yang sudah disetujui Dewan Gelar pada tahun 2024 dan diajukan kembali, seperti Andi Makasau, Bambang Sugeng, Rahma El Yunusiah, dan lainnya.
Namun, nama mantan presiden kedua Indonesia, Soeharto, menjadi sorotan karena kontroversi yang melingkupi masa jabatannya. Meskipun telah memenuhi syarat normatif untuk diusulkan sebagai calon pahlawan nasional, banyak pihak menilai bahwa pemberian gelar tersebut dapat melukai perasaan rakyat Indonesia. Soeharto terkenal dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan praktik korupsi serta nepotisme di masa lalu.
Beberapa pihak, termasuk Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD) periode 1996-2022 Petrus Hariyanto dan Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi, menentang penunjukan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Mereka berpendapat bahwa Soeharto tidak memenuhi syarat umum yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 mengenai Gelar, Jasa, dan Tanda Kehormatan karena berbagai pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang belum pernah diadili.
Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto juga dipandang problematik karena dapat dianggap sebagai glorifikasi terhadap rezim otoriter Orde Baru. Banyak yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak relevan dengan semangat reformasi yang dilakukan tahun 1998. Dengan segala pertimbangan ini, beberapa pihak mengonsolidasi publik untuk menekan pemerintah agar membatalkan rencana memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.