Partai Amanat Nasional (PAN) periode 2024-2029 mengumumkan struktur kepengurusannya yang dipimpin oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas). Dalam struktur kepengurusan ini, terlihat keberadaan dua putri Zulhas yang menduduki posisi strategis. Putri sulung Zulhas, Zita Anjani, menjadi Wakil Ketua Umum PAN dan juga Ketua Badan Strategis dan Komunikasi Partai. Di sisi lain, putri Zulhas yang kedua, Putri Zulkifli Hasan, menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas dan Disiplin Partai PAN.
Fenomena politik kekerabatan dalam parpol seperti PAN, menurut analis politik dari UIN Walisongo, Kholidul Adib, tidaklah aneh. Pola ini juga terjadi di beberapa partai lain seperti PDI-Perjuangan dan Partai Demokrat. Kholidul menjelaskan bahwa partai keluarga muncul karena posisi ketua umum yang dominan di dalam partai. Hal ini memungkinkan ketua umum untuk membangun dinasti politik di dalam partai tanpa saingan yang kuat.
Menurut Kholidul, kecenderungan parpol dalam menunjuk ketua umum yang sama tanpa batasan masa jabatan dapat mengakibatkan meredupnya karakter kolektif kolegial parpol. Apabila para pemimpin parpol tidak mengalami pembatasan jabatan, mereka cenderung membangun dinasti politik dan mengendalikan parpol seperti monarki, bukan demokrasi.
Analisis antropologi politik juga dilakukan oleh Kholidul, yang menyatakan bahwa pola feodal kerajaan masih terasa dalam politik Indonesia modern. Pemimpin dianggap sebagai raja yang harus dipatuhi, sedangkan rakyat sebagai abdi yang melaksanakan perintah. Keadaan ini dapat dilihat jelas dalam partai politik seperti PAN yang mulai mengarah menjadi partai keluarga setelah pecah kongsi antara Zulhas dan Amien Rais pasca-Kongres V PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Memed, analis politik dari UMT, mengamati bahwa fenomena “keluarganisasi” di PAN merupakan hasil dinamika internal partai setelah kongres kontroversial. Memed menyatakan bahwa kecenderungan parpol menjadi dinasti politik dapat menghambat regenerasi dan mempersempit demokrasi internal. Meskipun parpol dengan pola dinasti politik cenderung stabil, namun keberadaannya menghambat regenerasi kader dan membuat parpol kurang responsif terhadap dinamika sosial-politik yang lebih luas.