Kebijakan yang diterapkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam mengirimkan siswa nakal ke barak militer merupakan topik yang sedang dipertimbangkan banyak pihak. Langkah ini menuai kritik karena dianggap bukan sebagai solusi yang tepat untuk masalah tersebut.
Menurut Agung Wahyu Ashari, seorang praktisi hukum, keputusan Dedi Mulyadi dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan mental dan psikologis anak-anak. Dia menekankan bahwa seharusnya, Gubernur Jawa Barat memberikan fasilitas dan layanan konseling kepada orang tua dan anak-anak, bukan hanya memberikan predikat sebagai anak nakal dan memberikan sanksi seperti dikirim ke barak militer.
Agung juga menyoroti pentingnya aspek psikologis anak dalam menangani masalah ini. Dia menggarisbawahi bahwa pemerintah tidak seharusnya menyalahkan serta menjatuhkan anak sebagai pelaku, melainkan memberikan perlindungan yang seharusnya mereka dapatkan. Meski begitu, Agung tetap memberikan apresiasi atas upaya Dedi Mulyadi dalam membina siswa yang bermasalah, dengan harapan agar penanganan dilakukan dengan pendekatan yang lebih ramah dan tidak merampas hak-hak anak.
Sebelumnya, Gubernur Dedi Mulyadi telah mengumumkan kebijakan “menyekolahkan” siswa bermasalah dengan pendidikan karakter di barak militer mulai 2 Mei 2025. Program tersebut akan dijalankan di beberapa wilayah di Jawa Barat yang dianggap rawan dengan kerjasama TNI dan Polri. Selama enam bulan, siswa akan mengikuti program ini di sekitar 30 hingga 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI, dengan diprioritaskan bagi siswa yang sulit dibina atau terlibat dalam perilaku negatif.
Kritik dan perdebatan seputar kebijakan ini masih berlanjut, dengan harapan agar penanganan anak bermasalah dapat dilakukan dengan lebih bijaksana dan sesuai dengan hak-hak anak yang diatur dalam konstitusi serta perundang-undangan yang berlaku.