Praktik borong partai politik masih marak dalam Pilkada Serentak 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat bahwa setidaknya ada 43 pasangan calon tunggal yang akan bersaing melawan kotak kosong saat pemungutan suara. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Pilkada Serentak 2020 dimana hanya terdapat 25 calon tunggal.
Dalam upaya untuk meminimalisasi Pilkada lawan kotak kosong, KPU akan memperpanjang masa pendaftaran calon kepala daerah di daerah yang hanya memiliki satu pasang calon. Untuk daerah dengan calon tunggal, masa pendaftaran akan dibuka hingga tanggal 4 September 2024.
Di tingkat provinsi, hanya terdapat satu daerah dengan pasangan calon tunggal, yaitu Papua Barat. Jika tidak ada perubahan, Pilkada lawan kotak kosong juga berpotensi terjadi di 5 kota dan 37 kabupaten, seperti di Trenggalek, Ngawi, Gresik, Surabaya, dan Sedang Berdagai.
Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik, menyatakan bahwa calon tunggal akan dinyatakan kalah dari kotak kosong jika jumlah suaranya tidak mencapai 50% dari total suara sah. Daerah yang calon tunggalnya kalah akan dipimpin oleh pelaksana jabatan.
Menurut analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan, Pilkada lawan kotak kosong masih marak karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dirilis terlambat. Hal ini membuat parpol tidak memiliki cukup waktu untuk mencari kandidat yang akan diusung dalam Pilkada.
Putusan MK nomor 60 mengubah batas ambang pencalonan kepala daerah menjadi sekitar 6-10% dari jumlah kursi di DPRD, sesuai dengan populasi di daerah tersebut. Sebelumnya, batas ambang untuk pencalonan kepala daerah adalah 25% suara parpol atau 20% kursi DPRD.
Bakir menilai peningkatan calon tunggal yang melawan kotak kosong dalam Pilkada kali ini juga menunjukkan kegagalan dalam kaderisasi dan rekruitmen kepemimpinan di parpol. Parpol-parpol sering kali tidak berani mencalonkan kandidat sendiri karena tidak memiliki kader yang cukup mumpuni.
Situasi ini harus segera diperbaiki, karena Pilkada lawan kotak kosong dapat memperburuk kondisi demokrasi di tingkat daerah dengan mengurangi kompetisi yang sehat dan membatasi pilihan publik. Jangka panjangnya, publik bisa menjadi apatis terhadap pemilihan umum dan enggan datang ke tempat pemungutan suara.
Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farhan, berpendapat bahwa Pilkada kotak kosong bisa dikurangi jika putusan MK nomor 60 dikeluarkan lebih cepat. Jika parpol diberikan waktu yang cukup untuk memilih kandidat, maka akan ada lebih banyak koalisi pecah dan calon alternatif yang muncul dalam Pilkada 2024.