Setelah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (21/10), Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menciptakan polemik dengan pernyataannya bahwa peristiwa 1998 bukanlah pelanggaran HAM berat.
Tidak lama setelah itu, di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa (22/10), Yusril memberikan klarifikasi terkait pernyataannya tersebut. Menurutnya, tragedi 1998 yang menandai berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto dan dimulainya era reformasi, tidak termasuk dalam kategori genosida dan ethnic cleansing atau pembersihan etnis yang merupakan pelanggaran HAM berat.
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan keberatan terhadap pernyataan Yusril yang menyanggah bahwa tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Menurut Anis, berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM pada tahun 2003 terhadap kerusuhan Mei 1998, ditemukan bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam bentuk serangan sistematis yang meluas, termasuk pembunuhan dan kekerasan.
Anis menegaskan bahwa Kementerian HAM yang baru dibentuk tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kewenangan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berada pada Komnas HAM.
Komnas HAM mendorong pemerintah baru untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan mereka dengan menerapkan hukum melalui pengadilan HAM. Hal ini bertujuan untuk mencegah impunitas dan memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan, kebenaran, dan perlindungan agar kejadian serupa tidak terulang.
Pada tahun 2023, mantan Presiden Joko Widodo mengakui 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk tragedi 1998 dan kejadian lainnya seperti peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, dan lain sebagainya. Manunggal Kusuma Wardaya, seorang dosen hukum HAM dari Universitas Jenderal Soedirman, setuju bahwa Komnas HAM seharusnya lebih berwenang dalam menyelidiki dugaan pelanggaran HAM berat.
Dia menyarankan agar Kementerian HAM dan Kemenko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan mendorong Kejaksaan Agung untuk menyidik dugaan pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi konflik antara institusi-institusi terkait dan untuk memastikan penegakan keadilan atas kasus-kasus pelanggaran HAM.