Pada Senin, 3 Februari 2025, warga Desa Adat Jimbaran memutuskan untuk menghadiri pertemuan di kantor DPRD Provinsi Bali guna menyelesaikan kasus sengketa tanah desa adat. Bersama dengan Kepet Jimbaran, mereka menyusun gugatan class action terkait sengketa tanah seluas 200 hektar yang terjadi antara korporasi dan masyarakat desa adat. Konflik agraria ini telah berlangsung cukup lama tanpa penyelesaian yang jelas.
I Nyoman Tekat, selaku perwakilan Desa Adat Jimbaran, mengungkapkan bahwa kontrol atas sebagian besar lahan telah menyebabkan ratusan KK di desa adat kehilangan tempat tinggal mereka. Sejak tahun 1994-1995, terjadi penggusuran massal yang tidak manusiawi bersamaan dengan Peristiwa Pecatu Graha. Hal ini menyebabkan sebagian besar warga kehilangan tanah yang mereka tempati dan warisan turun temurun dari Kerajaan Mengwi sejak abad ke-15.
Upaya gugatan class action merupakan langkah yang diambil untuk membawa tanah desa adat kembali ke masyarakat setelah melakukan audiensi dengan Kejati pada tanggal 13 Desember 2024. Meskipun sudah puluhan tahun tinggal di tanah tersebut, warga masih dianggap sebagai penggarap lahan yang diharuskan memberikan kontribusi kepada desa adat. Dengan keterlibatan 6 pengacara, warga berharap agar hak atas tanah mereka dapat dikembalikan. Komisi I DPRD Provinsi Bali diharapkan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan mengkaji dokumen yang relevan untuk menentukan langkah selanjutnya.