Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandani Rahardjo Puro dilaporkan oleh seorang nenek berusia 70 tahun ke Divisi Propam Mabes Polri karena belum mengembalikan surat tanah miliknya. Nenek Wiwi Sudarsih bersama pengacara Poltak Silitonga dan ahli waris lainnya mendatangi Mabes Polri dalam kasus penyerobotan tanah Brata Ruswanda dengan terlapor Nurhididayah, Bupati Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Djuhandani juga dilaporkan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan Pasal 390 KUHP yang menjelaskan tindak pidana menyebarkan berita bohong yang merugikan orang lain.
Pelaporan terhadap Brigjen Pol. Djuhandhani dan anak buahnya di Divpropam Polri saat ini sedang dalam proses. Klien Wiwi Sudarsih meminta agar surat tanahnya segera dikembalikan karena sudah kehilangan kepercayaan terhadap penyidik. Poltak, pengacara yang mendampingi Wiwi Sudarsih, membantah pernyataan Djuhandhani yang menyebut surat tanah kliennya palsu. Kasus pengambilan surat tanah ini merupakan awal mula dari laporan terhadap mantan Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah terkait dugaan penggelapan lahan milik Brata Ruswanda.
Dalam proses pengusutan kasus, penyidik meminta surat tanah kepada Wiwi Sudarsih namun hal ini dianggap sebagai tindakan tidak benar karena seharusnya surat tanah asli tidak perlu diserahkan kepada penyidik. Pelapor Wiwi Sudarsih tidak terima atas tuduhan bahwa surat tanahnya palsu dan terus meminta agar dokumen berharga tersebut segera dikembalikan. Djuhandhani sendiri menyatakan bahwa dokumen surat tanah pelapor dinyatakan palsu berdasarkan uji laboratorium forensik yang dilakukan. Namun, Wiwi Sudarsih bersikeras bahwa surat tanah tersebut adalah asli dan meminta agar dokumen tersebut segera dikembalikan kepadanya.