Wacana mengenai superioritas penyidikan dalam revisi RUU KUHAP terus menuai kontroversi karena dianggap dapat membahayakan pemenuhan hak tersangka. Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, menegaskan bahwa superioritas penyidikan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak-hak tersangka dan mempengaruhi tujuan sebenarnya dari proses penyidikan. Dia menekankan pentingnya independensi, profesionalisme, dan integritas dalam proses penegakan hukum yang tercantum dalam revisi KUHAP untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Menyikapi draf RUU KUHAP yang beredar, Arif mengkritik sikap kepolisian yang terlihat enggan terhadap pembatasan kewenangan dan pengawasan. Data dari LBH Jakarta menunjukkan adanya keluhan masyarakat terkait pelayanan buruk Polri, yang mengindikasikan perlunya pengawasan ketat terhadap kewenangan penyidikan. Arif juga menyoroti berbagai masalah faktual seperti intimidasi, rekayasa bukti, dan manipulasi dalam proses penyidikan yang perlu diatasi melalui revisi KUHAP.
Berbagai ahli dan pengamat hukum juga memberikan pandangan terkait revisi KUHAP, dengan menyoroti kebutuhan akan kontrol dan pengawasan yang lebih ketat terhadap proses penyidikan. Hal ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak warga negara. Rekomendasi lainnya termasuk peningkatan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum, penguatan mekanisme pengawasan, dan efisiensi dalam penegakan hukum dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Meninjau berbagai sistem hukum di negara lain seperti Perancis, Belanda, dan Amerika Serikat, para ahli juga memberikan rekomendasi untuk meningkatkan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum, serta penguatan mekanisme pengawasan dalam sistem peradilan pidana. Hal ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam proses penegakan hukum di Indonesia dan meningkatkan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.