“Karena jika dibiarkan, ini dapat mengganggu soliditas PPP terkait dukungan kepada Ganjar-Mahfud,” kata Yusak.
Meskipun demikian, Yusak memahami jika ada kader PPP yang tidak sepenuhnya setuju mendukung Ganjar-Mahfud. Alasannya, dibandingkan dengan PDI-P, PPP tidak mendapatkan efek ekor jas yang signifikan dari pencalonan Ganjar-Mahfud. Namun, hal tersebut perlu untuk diredam agar dapat melewati ambang batas partai sebesar 4%.
“Terlebih lagi, dalam beberapa survei, PPP memang tidak masuk dalam tiga besar partai yang lolos ke Senayan,” kata Yusak.
Berdasarkan survei terbaru Centre for Strategic and International Studies (CSIS), PPP diprediksi tidak akan lolos ke Parlemen dengan elektabilitas sebesar 3,5%. PPP berada di peringkat kesembilan, di bawah Partai Demokrat (4,8%), PAN (5,2%), Partai NasDem (6,4%), PKB (9,2%), PKS (11,8%), Partai Golkar (11,9%), dan PDI-P (16,4%).
Selain itu, dalam survei Litbang Kompas, PPP hanya mendapatkan elektabilitas sebesar 2,4%. Enam partai politik lainnya yang elektabilitasnya di bawah 2,5% antara lain Partai Perindo, Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Buruh, Partai Ummat, dan Partai Gelora.
Meskipun demikian, Yusak melihat bahwa setiap pemilu, PPP selalu dikatakan tidak akan lolos ambang batas Parlemen. Namun, hasil akhir pemilu seringkali menunjukkan bahwa partai politik yang identik dengan warna hijau tersebut berhasil masuk ke Senayan karena kerja keras para kader dalam menggalang dukungan saat pencoblosan.
“Oleh karena itu, kita kembali pada kerja para caleg PPP dan fokus pada pemilihan legislatif,” kata Yusak.
“Tentang efek ekor jas calon presiden terhadap partai politik, kami telah menguji hal ini pada tahun 2019. Hasilnya tidak terlalu signifikan.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpendapat bahwa pemilih PPP hingga saat ini masih dominan mendukung Ganjar-Mahfud. Meskipun belum menjamin, pasangan nomor urut 3 tersebut berpotensi lolos ke putaran kedua pemilihan presiden.
“Oleh karena itu, konflik internal di PPP tidak akan mengkhawatirkan bagi Ganjar. Karena kehadiran PPP sendiri memang tidak signifikan,” kata Dedi.
“Malahan, kemungkinan besar, kehadiran PPP justru akan membebani kerja propaganda Ganjar.”
Meski begitu, Dedi melihat bahwa adanya kader yang membelot dari PPP dapat membuat wibawa Ganjar-Mahfud sedikit menurun di mata pemilih. “Sikap mitra koalisi yang tidak disiplin dapat menurunkan performa wibawa capresnya, itulah sebabnya apa yang terjadi di PPP dapat membuat Ganjar sulit diakses oleh calon pemilih,” ujar Dedi.
“Karena bahkan mitra koalisinya enggan memberikan dukungan.”
Di sisi lain, menurut Dedi, konflik internal di partai yang dipimpin oleh Plt. Ketua Umum Muhamad Mardiono dipengaruhi oleh kurangnya kemampuan elite PPP dalam merangsang kekompakan kader. Bahkan, kehadiran sosok sebesar Sandiaga Uno tidak dianggap sebagai tokoh PPP.
“Meskipun Sandiaga berada dalam struktur, namun pengaruhnya tidak mendalam. Begitu juga dengan Mardiono. Justru Mardiono membuat PPP semakin terpuruk,” kata Dedi.