Manuver Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Partai Demokrat menjadi bagian dari koalisi parpol pendukung pemerintah diprediksi bakal mempertebal tekad PDI-Perjuangan (PDI-P) untuk berkubu di barisan oposisi. Jokowi dinilai kian menyudutkan posisi Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
“Situasi saat ini cenderung akan membawa PDI-P oposisi. Megawati akan sulit bersama dengan Jokowi, Prabowo dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Relasi personal yang buruk itu akan membawa PDI-P berseberangan dengan mereka,” ucap Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada Alinea.id, Senin (26/2).
Jokowi resmi melantik Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Istana Negara, Jakarta Pusat, pekan lalu. AHY menggantikan Hadi Tjahjanto yang digeser posisinya menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).
Pada pilpres kali ini, Demokrat turut mengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran), pasangan yang di-endorse Jokowi di belakang layar. Analis menganggap langkah itu diambil Jokowi sebagai balas jasa atas dukungan Demokrat terhadap Prabowo-Gibran dan upaya mencegah hak angket kecurangan pemilu bergulir di DPR.
Masuknya Demokrat di pengujung pemerintahan Jokowi potensial bikin PDI-P semakin tak nyaman. Di tingkat nasional, PDI-P tak pernah berada dalam satu koalisi dengan Demokrat. Sejak Pilpres 2004, Megawati dan SBY tak pernah akur.
Dedi menilai PDI-P bakal lebih untung jika berada di kubu oposisi pada era pemerintahan Prabowo-Gibran nanti. PDI-P punya rekam jejak yang apik menjadi oposisi selama dua periode pemerintah SBY. Di luar efek elektabilitas Jokowi, citra oposisi yang trengginas di DPR itu membuat PDI-P banjir simpati publik dari pemilu ke pemilu.
“Publik melihat bagaimana PDI-P jauh lebih lantang dibanding oposisi pada periode Jokowi sehingga, menurut saya, akan lebih mudah bagi PDI-P untuk menarik simpati publik yang sebagian hilang di Pemilu 2024,” ucap Dedi.
Eksistensi PDI-P sebagai oposisi, lanjut Dedi, penting untuk menjaga keseimbangan di parlemen. Apalagi, parpol-parpol lain yang jagoannya kalah di Pilpres 2024–NasDem, PKB, PKS, dan PPP–masih belum berani menunjukkan sikap tegas.