Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gagal melenggang ke Senayan untuk pertama kalinya sejak 1973. Pasalnya, partai tersebut hanya berhasil meraih 5.878.777 suara (3,8%) pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, sedangkan ambang batas parlemen sebesar 4%.
Beberapa calon legislatif (caleg) PPP juga kehilangan kursi di Senayan dan beralih ke partai lain. Contohnya, tiga kursi yang dimenangkan PPP di daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur (Jatim) III, Jatim VIII, dan Jatim XI dialihkan ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Anggota Mahkamah DPP PPP, Abdullah Mansyur, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan evaluasi terkait hasil Pemilu 2024. “Pasti akan ada evaluasi nantinya,” ujarnya kepada Alinea.id pada Kamis (21/3).
Partai Ka’bah juga berencana untuk mengajukan gugatan terkait hasil pileg ke Mahkamah Konstitusi (MK), meskipun peluangnya kecil. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017, perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) harus diajukan ke MK maksimal 3 x 24 jam setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil suara dan MK punya waktu 14 hari untuk menyelesaikan proses perkara.
Perlu dilakukan intropeksi, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menyarankan agar PPP melakukan introspeksi. Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi, seperti regenerasi, sumber daya yang didominasi oleh wajah lama, dan ketidaksolidan internal.
Menurutnya, dukungan PPP terhadap Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam Pilpres 2024 juga tidak menguntungkan. “Basis pemilih cenderung mendukung Anies maupun Prabowo,” ujarnya kepada Alinea.id.
Arifki juga mengingatkan bahwa evaluasi tersebut penting dilakukan mengingat kesempatan untuk masuk ke parlemen pada 2029 akan sulit. Contoh yang diberikan adalah Hanura yang kembali gagal mendapatkan kursi di DPR pada 2024 karena tidak bisa mencapai ambang batas sejak 2019.