Terpisah, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai, tidak solidnya partai politik (parpol) pengusung Amin dan Ganjar-Mahfud menjadi sinyalemen pengajuan angket akan tumbang di tengah jalan alias rungkad.
Menurutnya, PPP belum bersikap lantaran masih berjuang guna memastikan tembus ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4%. Adapun NasDem masih menunggu langkah PDIP karena dinilai belum kompak, ditandai dengan tidak adanya Puan Maharani dalam rapat paripurna.
“Ketidakhadiran Puan Maharani di rapat paripurna menimbulkan persepsi bahwa PDIP belum satu suara soal hak angket,” katanya kepada Alinea.id, Rabu (6/3).
Situasi ini, menurut Arifki, terjadi karena setiap parpol tengah mengalkulasi untung rugi jika angket berjalan. Karenanya, para ketua umum partai pengusung Amin dan Ganajr-Mahfud terkesan masih menjaga jarak.
“Masih terpolarisasi dengan situasi pilpres (pemilihan presiden) dan dukungan terhadap capres dan cawapres masing-masing,” ulasnya.
Ia melanjutkan, salah satu variabel yang dihitung adalah peluang bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kelak. Jika itu terjadi, tentu kekuatan kubu Prabowo bakal menguat di parlemen nantinya.
Arifki mengingatkan, adanya negosiasi tersebut sangat mungkin terjadi lantaran tidak semua parpol pengusung Amin dan Ganjar-Mahfud terbiasa berada di luar istana. Katanya, hanya PDIP dan PKS yang memiliki mental menjadi oposisi.
Kendati begitu, PKS dinilai berpeluang bergabung dengan pemerintahan Prabowo. “Partai-partai ini baru selesai ‘perang’ di pemilu. Memutuskan untuk oposisi dari awal tentu menjadi keputusan yang berat,” ucapnya.