Aksi unjuk rasa mengguncang Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, selama beberapa hari terakhir. Dimotori sejumlah kelompok mahasiswa dan masyarakat sipil, para pengunjuk rasa menuntut DPR menjalankan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada Pemilu 2024.Â
Teranyar, aksi unjuk rasa digelar berbarengan dengan rapat paripurna DPR, Selasa (5/2) lalu. Selain kelompok mahasiswa, massa aksi juga berasal dari kalangan pendukung pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).Â
Gelaran protes serupa juga sebelumnya terekam meletup di Tulungagung, Jawa Timur dan Yogyakarta, DIY. Ada pula aksi unjuk rasa terkait hak angket di depan Kantor Wali Kota Solo, Jawa Tengah.Â
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus aksi massa menuntut hak angket itu potensial membesar. Apalagi jika polemik dugaan kecurangan pemilu itu berkelindan dengan isu-isu yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, semisal kelangkaan dan kenaikan harga beras.Â
“Nasib hak angket di DPR ini memang bisa memicu gerakan massa. Akan tetapi, soal apakah massa semakin banyak jika hak angket tidak jadi bergulir, ya, sangat tergantung juga dengan konsistensi dan komitmen massa yang menyampaikan aspirasi,” kata Lucius kepada Alinea.id, Rabu (6/2).
Konsolidasi antara massa aksi dengan politikus sejumlah fraksi di DPR yang menggulirkan hak angket kecurangan pemilu juga patut terus diselaraskan. Aksi parlemen jalanan bisa meluas seandainya fraksi-fraksi pengusung hak angket malah melempem di DPR.Â
“Ya, bisa jadi semakin banyak warga yang terpanggil untuk ikut berdemonstrasi untuk tujuan menagih komitmen itu atau untuk menunjukkan kemarahan karena DPR gagal memenuhi komitmen mereka menggunakan hak angket,” kata Lucius.Â
Lucius memandang gerakan massa penuntut hak angket rentan digembosi. Apalagi, jika kelompok massa ternyata tidak organik dan “diongkosi” untuk menggelar aksi unjuk rasa. “Ya, mungkin demonstrasi angket ini juga akan memudar,” imbuhnya.Â