Meskipun berstatus sebagai petahana yang baru satu periode menjabat, Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu belum memiliki tiket untuk maju di Pilwalkot Semarang 2024. PDI-Perjuangan hingga saat ini masih merasa bingung untuk mencalonkan perempuan yang akrab disapa Mbak Ita itu.
Ketua DPC PDI-P Semarang, Hendrar Prihadi mengungkapkan bahwa mereka masih memantau dinamika jelang Pilwalkot Semarang. Keputusan terkait kandidat yang akan diusung di Pilwalkot Semarang sepenuhnya diserahkan kepada DPP PDI-P.
“PDI-P memiliki 14 kursi di DPRD Semarang. Artinya, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu dapat mencalonkan kandidat wali kota secara sendirian. Belakangan, nama Hendrar Prihadi alias Hendi muncul sebagai kandidat Wali Kota Semarang.
Di sisi lain, Mbak Ita sedang diincar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diduga terlibat dalam kasus korupsi terkait pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemkot Semarang tahun 2023-2024. Penyidik KPK sudah beberapa kali melakukan pemeriksaan terhadap Mbak Ita di Semarang.
Selain masalah kasus dugaan korupsi, elektabilitas Mbak Ita juga menurun. Survei Indo Barometer menunjukkan bahwa elektabilitas Mbak Ita tertinggal oleh Alamsyah Setyanegara Sukawijaya alias Yoyok Sukawi. Tingkat keterpilihan Yoyok mencapai 16,5%, sementara Mbak Ita hanya mendapatkan 11%.
Calon lain yang potensial untuk diusung adalah Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran Kota Semarang Ade Bhakti Ariawan (6,3%) dan Bupati Kendal Dico M Ganinduto (2,8%). Elektabilitas tokoh-tokoh lainnya berada di bawah 2%.
Hingga saat ini, hanya Yoyok yang hampir pasti akan maju di Pilwalkot Semarang. Anggota DPR RI dari fraksi Demokrat itu sudah mendapatkan rekomendasi dari 6 partai. Selain Demokrat, dukungan untuk Yoyok juga diterima dari PKB, PKS, PAN, NasDem, dan PPP.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Wali Songo, Semarang, Kholid Adib mengatakan bahwa Pilwalkot Semarang berpotensi dilaksanakan tanpa kehadiran petahana. Menurutnya, kasus korupsi yang melibatkan Mbak Ita membuat peluangnya untuk maju kembali menjadi tertutup.
“PDI-P masih memiliki banyak kader yang dapat diusung sebagai pengganti Mbak Ita sebagai calon Wali Kota Semarang. Contohnya adalah Hendrar Prihadi dan Bendahara DPC PDI-P Jateng Agustina Wilujeng.
Meski mendominasi DPRD Semarang, PDI-P berisiko kalah di Pilwalkot Semarang. Terutama karena koalisi yang mendukung Yoyok saat ini sedang berusaha mendapatkan dukungan dari Gerindra. Saat ini, Gerindra masih bersikeras untuk mengusung Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang, Iswar Aminuddin.
Di sisi lain, Golkar telah berkoalisi dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk mendukung Dico. Namun, koalisi kedua partai tersebut hanya memiliki 9 kursi. Artinya, koalisi Golkar-PSI harus mencari satu partai lagi agar dapat mengusung Dico.
Jika pencalonan Dico gagal, maka Golkar dan PSI berpotensi untuk bergabung dalam koalisi partai yang mendukung Yoyok. “Dengan dukungan 6 partai untuk Yoyok plus Gerindra akan solid. Akhirnya Dico gagal. Harapannya Golkar dan PSI dapat masuk sehingga total kursi mereka mencapai 36 melawan 14 kursi yang dimiliki oleh PDI-P,” kata Adib.
Direktur Eksekutif Y-Publica, Rudi Hartono, mengonfirmasi bahwa elektabilitas Mbak Ita menurun setelah KPK melakukan pemeriksaan di Pemkot Semarang. Menurut survei Y-Publica, tingkat keterpilihan Mbak Ita turun dari 14,2% menjadi 12,7%. Sementara elektabilitas Yoyok cenderung naik, meskipun tidak signifikan, dari 6,6% menjadi 8,3%.
Meski demikian, Rudi menyatakan bahwa Mbak Ita masih memiliki peluang untuk memenangkan Pilwalkot Semarang jika diberikan kesempatan untuk maju. Selain popularitasnya, Mbak Ita juga diuntungkan oleh kekuatan partai PDI-P di Semarang. Selama ini, Semarang dan beberapa kota di Jawa Tengah dikenal sebagai basis suara bagi PDI-P.
Menurut Rudi, terdapat perbedaan persepsi antara kader dan simpatisan PDI-P dengan publik terkait kasus korupsi yang menjerat Mbak Ita. Mayoritas kader dan simpatisan PDI-P percaya bahwa Mbak Ita sedang dijadikan target operasi politik oleh rezim Jokowi.
“Selain itu, seperti yang terlihat dalam survei Indo Barometer, alasan publik dalam pemilihan adalah pengalaman dan kinerja yang baik. Hal tersebut sesuai dengan temuan kami bahwa preferensi politik warga Semarang dalam pemilihan adalah berdasarkan rekam jejak dan pengalaman,” ujar Rudi.
Meskipun tidak mencalonkan Mbak Ita, menurut Rudi, PDI-P masih memiliki kekuatan yang cukup di Semarang. Mereka dapat membangun koalisi dengan partai lain untuk mengusung kandidat lain. Selain itu, masalah korupsi yang menimpa Mbak Ita juga tidak akan berdampak besar karena tingkat kepercayaan publik terhadap KPK saat ini sedang rendah.
“Dalam survei kami, kepercayaan terhadap KPK hanya sedikit lebih tinggi daripada DPR. Padahal, sebelumnya tingkat kepercayaan terhadap KPK adalah yang tertinggi. Jadi, agak sulit bagi publik untuk menjadikan isu korupsi sebagai preferensi politik,” jelasnya.