Home Politik Di balik saling sindir Jokowi dan Paloh

Di balik saling sindir Jokowi dan Paloh

Momen “tidak menyenangkan” terjadi dalam Kongres III Partai Nasdem yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, pada Minggu (25/8). Bergantian memenuhi panggung, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum NasDem Surya Paloh terlibat dalam ejekan tajam.

Konflik bermula dari Jokowi. Saat membuka kongres, Jokowi mengungkap hubungannya dengan Surya Paloh. Ia mengakui bahwa mereka sering tidak selalu setuju dalam banyak hal. Ia juga menyebut pihak-pihak yang mendekati pemerintah saat mereka baru berkuasa.

“Dalam kebanyakan kasus, mereka datang dengan ramai-ramai. Namun, saat saya akan pergi (habis masa jabatan presiden), mereka pergi dengan ramai-ramai,” ujar Jokowi dalam pidatonya.

Pernyataan Jokowi menggambarkan kemungkinan masuknya NasDem, PKB, dan PKS ke dalam koalisi partai yang mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pada Pemilihan Presiden 2024, ketiga partai tersebut berada di pihak yang berlawanan dengan Jokowi karena mereka memilih untuk mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Tanpa menjelaskan secara rinci, Jokowi juga menyinggung tentang partai-partai yang sering berubah posisi politik. “Saya pernah berjabat tangan. Hari ini kita sepakat, namun seminggu kemudian, pendapat sudah berbeda. Tidak apa-apa menurut saya, ini sangat bagus,” ungkap Jokowi.

Paloh membalas ejekan Jokowi ketika berbicara di atas panggung. Ia menyatakan bahwa Presiden Jokowi, menurut pengalamannya, adalah individu yang tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Selama sepuluh tahun kepemimpinan Jokowi, Paloh mengklaim banyak belajar.

“Modal keinginan yang baik saja tidak cukup. Dibutuhkan strategi yang tepat. Hanya dengan niat saja tanpa strategi tepat, Bung Bahlil (Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia) yang bisa memberikan jawaban,” kata Paloh.

Bahlil baru-baru ini menggeser Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar. Jokowi disebut-sebut turut berperan dalam langkah Bahlil untuk mengendalikan partai yang berlambang pohon beringin tersebut.

Selain itu, Paloh juga berbicara terus terang tentang upaya partai-partai untuk memanipulasi undang-undang demi kepentingan segelintir orang. Ia menyebut bahwa pemerintah dan DPR sering tidak konsisten antara perkataan dan tindakan.

“Undang-undang yang sudah ada, kita buat lagi undang-undang… Akhirnya kita terjebak untuk melihat, bagaimana kita mulai menyiasati undang-undang. Inilah yang menjadi masalah kita,” kata Paloh.

DPR sebelumnya berencana untuk mengesahkan revisi UU Pilkada untuk menolak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 70/PUU-XXII/2024. Menyusul putusan Mahkamah Agung, keputusan tersebut menetapkan bahwa usia minimum calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun saat ditetapkan sebagai kandidat.

Keputusan tersebut menghalangi kesempatan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep untuk mencalonkan diri dalam Pilkada Serentak 2024. Saat ini, putra bungsu Jokowi tersebut baru berusia 29 tahun. Kaesang diharapkan untuk menjadi pendamping Ahmad Lut…

Source link

Exit mobile version