Hasil pemilihan calon wali kota dan wakil wali kota (Pilwalkot) Banjarbaru, Kalimantan Selatan, telah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut mencakup dua permohonan yang diajukan oleh lembaga pemantau pemilu serta warga yang memiliki hak pilih di Banjarbaru. Pengajuan gugatan dilakukan oleh tim hukum Banjarbaru Haram Manyarah (Hanyar) dengan alasan bahwa penyelenggaraan Pilwalkot Banjarbaru tidak sesuai dengan aturan putusan MK. Kontroversi muncul karena suara tidak sah mendominasi hasil pemilihan, dengan suara tidak sah mencapai 68,6% menurut Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Banjarbaru. Meskipun paslon tunggal, Lisa-Wartono hanya meraup 31,4% suara. Meski ada kekosongan kotak dalam surat suara, foto pasangan yang telah didiskualifikasi masih terpampang, memicu kebingungan dan protes dari warga. Kontroversi ini menurut Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati disebabkan oleh keteledoran KPU dengan tidak mematuhi aturan MK. Diharapkan dengan adanya putusan MK, keadilan bisa terwujud dengan melakukan pemungutan suara ulang pada Pilkada 2025. George Towar Ikbal Tawakkal dari Universitas Brawijaya menilai polemik Pilwalkot Banjarbaru sebagai situasi baru di pilkada, dan bahwa KPU harus membuat aturan baru untuk menghindari kekacauan serupa di masa depan.