Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sering kali dianggap tak mampu mengawasi Polri dengan baik, terutama karena lemahnya kewenangan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan Polri sering terlibat dalam kasus-kasus hukum dan dituduh terlibat dalam politik praktik. Sebagai lembaga pengawas, Kompolnas perlu diperkuat agar tidak hanya sekadar menjadi “tameng” bagi Polri. Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai bahwa Kompolnas harus memiliki kewenangan yang lebih kuat agar dapat mencegah Polri terlibat dalam politik praktis. Sebagai institusi negara yang besar, Polri dengan jumlah anggota mencapai 450 ribu personel memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai mesin politik oleh penguasa. Untuk itu, perlu ada penguatan kewenangan Kompolnas, seperti yang disarankan oleh Bambang agar dapat mengontrol dan mengawasi kepolisian dengan lebih efektif. Menurut Bambang, perlu adanya UU Lembaga Kepolisian Nasional yang terpisah dari UU Polri untuk memberikan kontrol yang lebih kuat atas kepolisian. Masih banyak tugas pengawasan yang harus dilakukan oleh Kompolnas, namun posisinya yang masih berkaitan dengan pemerintah membuat kerja pengawasannya terbatas. Dengan anggota yang dipilih oleh pansel yang melibatkan unsur Polri, Kompolnas dianggap belum menjalankan fungsi pengawasan secara efektif. Kesimpangsiuran inilah yang membuat banyak kasus yang menimpa kepolisian belum terselesaikan dengan baik. Sebagai anggota penting di Kompolnas, perlu diperhatikan sistem seleksi dan aturan yang lebih ketat untuk memastikan bahwa anggota yang terpilih mampu melakukan pengawasan dengan baik. Dengan begitu, Kompolnas dapat mengemban tugasnya dengan lebih efektif tanpa harus bergantung pada arahan dari pihak lain.