Eksistensi Utusan Khusus Presiden menjadi sorotan publik setelah kontroversi yang melibatkan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa masyarakat meminta evaluasi terhadap lembaga tersebut, bukan hanya terhadap Gus Miftah. Kontroversi tersebut berkaitan dengan “guyonan tak lucu” yang dilontarkan Miftah terhadap pedagang es teh dan seniman senior Yati Pesek. Reaksi dari masyarakat termasuk petisi untuk mundur dan bahkan membubarkan jabatan Utusan Khusus Presiden. Analis politik menyatakan bahwa polemik ini harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi eksistensi dan relevansi Utusan Khusus Presiden, termasuk kebijakan pengangkatan dan tumpang tindih dengan stafsus dan kementerian terkait. Beberapa ahli mendorong perlunya seleksi ulang untuk jabatan Utusan Presiden agar orang yang menduduki posisi itu memiliki rekam jejak, intelektualitas, dan kredibilitas yang teruji. Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa tugas dan fungsi Utusan Presiden sebenarnya dapat dijalankan oleh kementerian terkait tanpa perlu lembaga tambahan seperti Utusan Khusus Presiden.