Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi penghapusan ketentuan ambang batas pencalonan presiden telah memunculkan beragam persoalan terkait Pilpres 2029. Tanpa ambang batas tersebut, semua partai politik yang terdaftar di KPU dapat mengusung kandidat mereka sendiri, berpotensi meningkatkan biaya pemilu dan membingungkan publik. Wakil Ketua MK Saldi Isra menyarankan agar ada perubahan dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk mencegah dominasi parpol serta memastikan terbatasnya jumlah kandidat.
Rekayasa konstitusional dipandang sebagai strategi untuk menghindari koalisi dominan dalam Pilpres 2029. Direktur DEEP Indonesia Neni Nur Hayati berpendapat bahwa putusan MK akan menjadi ujian bagi parpol dalam merancang kandidat yang berkualitas. Menjaga transparansi keuangan parpol dan mengurangi biaya politik yang tinggi juga menjadi fokus penting. Di sisi lain, Direktur SIDEKA Suwardi Sagama mengusulkan ketentuan ketat dalam memilih calon presiden dan wakil presiden sebagai langkah untuk menyaring kandidat yang berkualitas.
Seleksi kandidat berbasis akademis, uji integritas, dan profesionalisme di internal parpol dianggap sebagai cara efektif untuk memastikan bahwa popularitas bukanlah satu-satunya pertimbangan utama. Penyelarasan aturan terkait putusan MK nomor 62 pun dipandang penting untuk menghindari kontradiksi dan masalah baru di masa mendatang. Ini merupakan langkah-langkah penting menuju Pilpres 2029 yang berjalan demokratis dan efisien.