Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni telah menarik 11 kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk bergabung di kementeriannya. Mereka akan mengisi jabatan di Operation Management Office (OMO) Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 234/2024. Salah satu di antara mereka adalah Andy Budiman sebagai anggota Dewan Penasehat, Kokok Dirgantoro sebagai anggota bidang Pengelolaan Hutan Lestari, dan Sigit Widodo sebagai anggota bidang Peningkatan Cadangan Karbon. Gaji para petinggi FOLU Net Sink 2030 terbilang tinggi, dengan pengarah atau penanggung jawab menerima hingga Rp50 juta per bulan, ketua pelaksana dan ketua harian sebesar Rp30 juta per bulan, serta anggota biasa sebesar Rp20 juta. Menteri Raja Juli berperan sebagai penanggung jawab dalam struktur keorganisasian FOLU Net Sink 2030.
Program FOLU Net Sink 2030 adalah perintah dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021, yang bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 29% pada tahun 2030, dengan kontribusi sektor pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan sebesar 17,2%. Namun, analis politik Khairunnisa Lubis dari Universitas Medan Area menilai bahwa Raja Juli menerapkan politik koncoisme dengan membawa sejumlah kader PSI ke Kemenhut, meniru pola yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk pendukungnya. Namun, Nisah menekankan bahwa politik koncoisme dapat merugikan sistem meritokrasi yang berlandaskan kompetensi.
Dalam Kabinet Merah Putih (KMP), terdapat 54 perwakilan parpol, dengan Partai Gerindra yang mendapatkan porsi terbanyak. Tak hanya itu, 34 dari 48 menteri di kabinet Prabowo-Gibran memiliki keterkaitan dengan bisnis, termasuk beberapa yang terafiliasi dengan bisnis ekstraktif. Sosiolog Rakhmat Hidayat dari Universitas Negeri Jakarta berpendapat bahwa politik koncoisme mengabaikan profesionalisme dan kompetensi, menyebabkan manajemen yang tidak efisien di kementerian atau institusi yang terpengaruh.