Saturday, October 5, 2024

Leganes: Menjelajahi Kota Bersejarah...

Leganes, sebuah kota yang terletak di komunitas Madrid, Spanyol, memiliki sejarah panjang dan...

Nike Ardilla: Legenda Musik...

Nike Ardilla, nama yang tak asing di telinga para pecinta musik Indonesia. ...

Kasus P Diddy: Dampak...

Kasus P Diddy, seorang rapper dan produser musik ternama, telah menjadi sorotan media...

Paul Pogba: Jejak Karier...

Paul Pogba, nama yang identik dengan talenta, kontroversi, dan pengaruh besar di dunia...
HomePolitikTidak ada informasi...

Tidak ada informasi yang cukup untuk menulis ulang judul tersebut. Jika Anda dapat memberikan konteks atau informasi tambahan, saya akan dengan senang hati membantu Anda menulis ulang judul tersebut.

Seleksi anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) terancam menjadi ajang seremonial untuk meloloskan calon-calon yang akan menjadi perpanjangan tangan penguasa. Komposisi anggota Kompolnas yang dijelaskan dalam Perpres No 17/2011 menjadi sumber kontroversi.

Seperti yang tertera dalam Pasal 29 ayat (1) dalam peraturan tersebut, calon anggota Kompolnas berasal dari unsur pemerintah dan nonpemerintah. Rinciannya, 3 dari kalangan pakar kepolisian, 3 dari kalangan masyarakat sipil, dan 3 dari perwakilan pemerintah.

Berbeda dengan calon yang berasal dari kalangan pakar dan masyarakat sipil, calon-calon dari unsur pemerintah langsung ditunjuk oleh presiden tanpa melalui proses seleksi oleh pansel. Hal ini menjadi perhatian bagi Orin Gusta Andini, seorang dosen di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, yang menilai bahwa komposisi calon seperti itu dapat menimbulkan masalah.

Menurutnya, ada kemungkinan pemerintah dapat menitipkan calon dari kalangan pakar dan masyarakat sipil, sehingga anggota Kompolnas dapat didominasi oleh mereka yang pro terhadap penguasa. Hal ini dapat melemahkan fungsi pengawasan Kompolnas jika rekomendasi dan kebijakan disusun tanpa pertimbangan kolektif.

Orin juga menduga adanya upaya untuk melemahkan Kompolnas sebagai pengawas kinerja kepolisian. Belakangan ini, Polri terlihat ingin bertransformasi menjadi lembaga super melalui revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri).

Amnesty International Indonesia menyatakan kekhawatirannya karena isi RUU Polri tersebut berpotensi mengancam kebebasan berpendapat dan mengakibatkan Polri mengangkangi kewenangan lembaga lain. Orin mengatakan bahwa ada motif tertentu di balik aturan yang bermasalah tersebut, yang mengindikasikan superioritas atau dominasi.

Menurut Orin, upaya pelemahan Kompolnas tidak akan terjadi jika pemerintah memiliki komitmen politik untuk membangun kepolisian yang profesional dan akuntabel. Di sisi lain, Al Wisnubroto, seorang ahli hukum dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menyatakan bahwa komposisi anggota Kompolnas saat ini tidak ideal.

Meskipun demikian, Wisnubroto berharap agar tiga calon anggota dari kalangan pakar kepolisian dan masyarakat sipil dapat menjaga netralitas dan profesionalitas Kompolnas dalam menjalankan tugas pengawasannya. Menurutnya, integritas pansel sangat penting untuk memastikan terpilihnya calon anggota yang berintegritas dan bebas dari konflik kepentingan.

Presiden Joko Widodo telah menunjuk anggota pansel untuk memilih anggota Kompolnas periode 2024-2028. Proses seleksi anggota Kompolnas yang independen dan transparan diharapkan dapat mengembalikan marwah Polri dan menjaga agar Polri tidak melanggar prinsip-prinsip hukum dan kemanusiaan.

Source link

Semua Berita

DPR yang Pensiun Seumur Hidup Mencederai Rasa Keadilan

Baru saja dilantik beberapa hari yang lalu, DPR RI periode 2024-2029 akan segera membahas tentang dana pensiun seumur hidup bagi anggota DPR. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad berdalih bahwa DPR berencana untuk mempertimbangkan hal tersebut setelah menerima...

Mimbar publik di ujung era Jokowi menghadapi ancaman pemberangusan

Kasus-kasus pembubaran acara diskusi dan aksi protes melalui intimidasi dan kekerasan oleh "orang-orang tak dikenal" semakin meningkat. Baru-baru ini, sekelompok orang membubarkan acara diskusi dengan tema "Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional" di salah satu hotel di...

Mengawasi Penyalahgunaan Bantuan Sosial dalam Pilkada Serentak 2024

Sebagaimana yang terjadi pada Pilpres 2024, bantuan sosial (bansos) masih rawan digunakan untuk memengaruhi preferensi politik publik di Pilkada Serentak 2024. Meskipun direkomendasikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sampai saat ini belum ada regulasi yang melarang distribusi bansos menjelang pemilu. Peneliti...

Kategori Berita