Globalisasi telah mengubah cara demokrasi berfungsi di berbagai negara, termasuk Indonesia yang dikategorikan sebagai ‘demokrasi yang cacat’. Demokrasi global saat ini mengalami penurunan yang signifikan, dengan lonjakan otoritarianisme yang mengancam sistem demokrasi. Pengaruh ekonomi global terkadang mengalahkan hak asasi manusia, di mana negara lebih memilih mendukung perusahaan multinasional demi kepentingan investasi daripada mementingkan hak-hak warganya.
Teori globalisasi yang dijabarkan oleh Held mengemuka bahwa demokrasi tradisional tidak lagi mampu menangani kompleksitas global dengan efektif. Globalisasi ekonomi cenderung meningkatkan kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi, yang dapat melemahkan kedaulatan negara dan mengancam prinsip-prinsip demokrasi. Pendapat para sarjana tentang globalisasi juga terbagi menjadi kelompok hiperglobalis, transformasionalis, dan skeptis, dengan pandangan yang berbeda-beda terkait dampak globalisasi pada negara-negara.
Dalam konteks demokrasi, percepatan globalisasi ekonomi telah membuat demokrasi semakin rentan terhadap kekuatan perusahaan multinasional yang mempengaruhi ekonomi dan politik global. Ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan pun semakin meluas akibat globalisasi ekonomi yang menekankan kebebasan pasar. David Held mencetuskan konsep pemerintahan kosmopolitan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan global dan hak asasi manusia universal, di mana institusi internasional memiliki peran penting dalam mengatur isu-isu global.
Demokrasi tradisional berbasis negara terbukti tidak cukup untuk mengatasi tantangan lintas batas seperti perubahan iklim, perdagangan internasional, dan hak asasi manusia. Pendekatan kosmopolitan yang diusulkan oleh David Held bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja demokrasi yang melampaui batas-batas negara. Buku “Demokrasi & Tatanan Global: Dari Negara Modern hingga Pemerintahan Kosmopolitan” karya David Held memberikan sudut pandang baru tentang evolusi demokrasi dalam konteks globalisasi yang semakin intensif.