Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyoroti masalah rendahnya kemampuan numerasi anak Indonesia yang menyebabkan banyak anak tidak bisa membaca jam analog. Menurut Mu’ti, hal ini menjadi perhatian serius karena jam analog memungkinkan anak-anak belajar matematika, seperti mengenali angka dan sudut. Oleh karena itu, Mu’ti mengajak seluruh pihak, terutama sekolah dan orang tua, untuk menguatkan kemampuan numerasi dalam kehidupan sehari-hari anak-anak. Selain membaca jam analog, ia juga ingin anak-anak Indonesia mampu berhitung perkalian dasar tanpa kalkulator.
Untuk meningkatkan kemampuan numerasi, Mu’ti menekankan pentingnya pembiasaan yang menyenangkan, seperti melalui Gerakan Numerasi Nasional (GNN) yang baru diluncurkan. Ia berharap GNN bukan hanya menjadi acara seremonial, tetapi benar-benar menjadi gerakan bersama untuk membangun budaya numerasi sebagai bagian dari pembangunan generasi Indonesia yang kuat dan hebat. Mu’ti juga menekankan pentingnya partisipasi orang tua dalam membiasakan anak-anak dengan numerasi, baik di sekolah maupun di rumah.
Direktur Jenderal Guru Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG) Kemendikdasmen Nunuk Suryani menjelaskan bahwa GNN juga mencakup peresmian Taman Numerasi di 140 sekolah dari jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, yang tersebar di 16 provinsi dan 13 desa. Selain itu, terdapat serangkaian kegiatan lainnya dalam rangka GNN, mulai dari siniar tematik, pelatihan guru, hingga penerbitan panduan numerasi bagi orang tua. Gerakan ini tidak hanya berbasis di kota, tetapi juga di desa-desa, menjadi gerakan nasional untuk meningkatkan kemampuan numerasi anak-anak Indonesia secara menyeluruh.