UU MD3 rentan diubah-ubah
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan bahwa DPR memiliki kecenderungan untuk mengubah UU MD3 sejak tahun 2014. Perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan saat itu.
Sebagai contoh, pada revisi UU MD3 tahun 2018, perubahan dilakukan agar PDIP mendapatkan satu kursi pimpinan, karena merupakan fraksi terbesar di DPR. Namun, bukan sebagai kursi ketua karena mekanisme pemilihan pimpinan DPR telah berubah dari proporsional menjadi paket. Meskipun demikian, paket PDIP kalah dalam pemilihan.
Perubahan lain yang menarik adalah revisi UU MD3 tahun 2019. Perubahan ini dilakukan untuk mengakomodasi semua fraksi di kursi pimpinan MPR. Sehingga, setiap fraksi dan kelompok anggota DPD memiliki satu perwakilan, sehingga total kepemimpinan MPR menjadi lebih banyak (10 orang).
“Sejarah mencatat bahwa UU MD3 ini sangat fleksibel, mudah diubah sesuai dengan keinginan partai politik yang memiliki kursi di parlemen,” katanya kepada Alinea.id, Kamis (22/2).
Membayangkan konfigurasi pimpinan DPR
Lebih lanjut, Lucius mengakui bahwa pemilihan pimpinan DPR akan menjadi agenda penting bagi partai politik ke depan. Terutama dengan komposisi kekuatan di legislatif yang mulai terasa seiring hasil hitung cepat atau hitung resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pileg 2024.
“Perkembangan hasil pemilu akan sangat menentukan apakah perlu mengubah UU MD3 atau tidak,” jelasnya.
Jika format paket kembali diterapkan, hasilnya akan ditentukan oleh kesepakatan para elit dalam berkomitmen dan berlobby. Namun, hal tersebut tidak akan berlaku jika sistem proporsional seperti periode 2009-2014 diterapkan, karena kursi pimpinan akan diberikan kepada partai sesuai dengan jumlah kursi yang mereka dapatkan.
Lucius kemudian membuat simulasi berdasarkan hasil Pileg 2024 dan situasi politik saat ini. Dia menyatakan bahwa akan ada 8 partai yang lolos parlemen jika PPP gagal mencapai ambang batas 4%. Kepemimpinan terdiri dari 5 orang: 1 ketua dan 4 wakil ketua.
Jika hal tersebut terjadi, ada kemungkinan poros Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Amin (NasDem, PKB, dan PKS) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (PDIP) atau kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN) akan menarik satu partai dari kubu lawan untuk melengkapkan paket yang diajukan. Dengan demikian, negosiasi akan terjadi.
“Atau jika tidak ada kesepakatan, kemungkinan sistem paket akan kembali ke proporsional. Namun, hal ini berarti PDIP akan mendapatkan kursi ketua. Koalisi pendukung Prabowo pasti tidak akan menerima jika DPR dipimpin oleh oposisi begitu saja,” jelasnya.