Selasa, 1 Oktober 2024 – 14:00 WIB
Bandung, VIVA – Saat ini, pabrikan otomotif asal China mulai ramai memasuki pasar Indonesia dengan menghadirkan ragam pilihan mobil listrik.
Baca Juga :
Ini Buktinya Jika Orang Indonesia Beli Mobil Listrik Gak Lihat Harga
Adapun mobil listrik tersebut dipasarkan dengan harga yang cukup kompetitif dan bisa dikatakan saling bersaing satu sama lain.
Kendaraan dengan harga terjangkau dan banyaknya fitur canggih tentu saja bisa menarik perhatian konsumen.
Baca Juga :
Lokalisasi Mobil Listrik Aion Dimulai Awal Tahun Depan
GAC Aion, sebagai salah satu penyedia mobil listrik di Indonesia menyampaikan bahwa pihaknya memiliki cara tersendiri untuk mendapatkan atensi dari konsumen Tanah Air.
Baca Juga :
Aion Siap Bermain di Segmen MPV 7 Penumpang
“Kita mengutamakan resale value, karena itu penting, karena mobil yang dibeli umumnya akan dijual kembali,” ujar Andry Ciu selaku CEO Aion Indonesia dikutip VIVA di GIIAS Bandung 2024, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, persaingan harga mobil listrik murah ini bisa menurunkan nilai jual kembali kendaraan.
“Khawatir dengan adanya perang harga ini bisa merugikan konsumen karena penurunan nilai jual kembali,” tuturnya.
Ia melanjutkan, “Terkait harga produk kami upayakan fix, bahkan cenderung naik. Bukan dibanting-banting. Karena setengah tahun ini kami sudah di sini, kami tidak mau ada perang dengan cara fight, grab market dengan cara banting harga.
Lebih lanjut, Andry mengungkapkan agar setiap produsen mobil listrik tidak melakukan perang harga seperti di Thailand.
“Kita lihat di Thailand sendiri banyak perang harga. Apabila terjadi di Indonesia, hal itu bisa menyebabkan kerugian banyak pihak,” kata Andry.
Sebagai informasi tambahan, Aion telah meluncurkan dua mobil listrik andalan, yakni Aion Y Plus yang dibanderol mulai dari Rp415 juta – Rp475 juta berstatus on the road Jakarta.
Kemudian terbaru, Aion Hyptec HT yang dipasarkan dengan harga Rp680 juta. Namun harga tersebut berstatus OTR Bandung, Jawa Barat.
Halaman Selanjutnya
“Khawatir dengan adanya perang harga ini bisa merugikan konsumen karena penurunan nilai jual kembali,” tuturnya.