Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan sepuluh nama calon pimpinan (capim) dan calon anggota Dewan Pengawas KPK yang lolos seleksi wawancara dan tes kesehatan. Nama-nama tersebut telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (1/10).
“Presiden akan meneruskan nama-nama tersebut ke DPR, insyaallah, dalam waktu singkat ini,” kata Wakil Ketua Pansel KPK Arief Satria seperti dilansir dari situs resmi Sekretariat Negara (Setneg).
Khusus untuk capim KPK, sepuluh nama yang lolos seleksi pansel adalah Agus Joko Pramono, Ahmad Alamsyah Saragih, Djoko Poerwanto, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Ida Budhiati, Johanis Tanak, Michael Rolandi Cesnanta Brata, Poengky Indarti, dan Setyo Budiyanto.
Arief mengklaim pansel telah menelusuri rekam jejak para kandidat pimpinan KPK dan anggota Dewas KPK. Setidaknya ada tiga kriteria utama yang harus dimiliki para kandidat, yaitu integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas.
“Rekan-rekan media, rekan-rekan CSO, rekan-rekan akademisi, dan pebisnis juga kita undang (untuk memberikan masukan). Itu merupakan bagian dari upaya kita untuk menampung aspirasi kira-kira seperti apa yang diperlukan untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi sebagai pimpinan KPK dan cadewas,” jelas Arief.
Peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mengungkapkan kekecewaannya terhadap komposisi capim KPK yang lolos seleksi pansel. Menurutnya, aparat penegak hukum masih terlalu mendominasi.
“Tetapi, saya tidak kaget. Kenapa saya kecewa? Karena saya melihat hasil seleksi ini sangat mencerminkan interest (kepentingan) Presiden Jokowi,” ucap Zaenur kepada Alinea.id, Selasa (1/10).
Calon-calon yang “mewakili” lembaga penegak hukum memang mendominasi. Dari perwakilan Polri, dua nama diloloskan, yakni Djoko Poerwanto yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Tengah dan Setyo Budiyanto yang saat ini menjabat sebagai Irjen di Kementerian Pertanian.
Dari Kejaksaan Agung, ada nama Fitroh Rohcahyanto, eks jaksa penutut umum KPK. Dari Mahkamah Agung, Ibnu Basuki Widodo diloloskan. Saat menjabat sebagai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tepatnya pada Oktober 2014, Ibnu pernah memvonis bebas terdakwa kasus korupsi, Ida Bagus Mahendra Jaya Marth.
“Kalau KPK didominasi oleh aparat, maka KPK akan disetir. KPK bisa ketularan penyakit institusi penegak hukum lain. KPK bisa digunakan untuk melindungi institusi dan aparat dari penegak hukum lain. Jadi KPK tidak bisa independen, bisa timbul loyalitas ganda. Hal itu sudah terjadi dalam lima tahun terakhir,” ucap Zaenur.