Kejadian memilukan menimpa sejumlah jemaah haji Indonesia yang terpisah dari pasangan atau pendamping mereka selama penempatan di Mekah. Lebih lanjut, beberapa petugas haji juga mengalami keterlambatan atau terpisah dari jemaahnya karena kendala administratif dan teknis. Respons pemerintah terhadap situasi ini sangat cepat dengan fokus pada koordinasi lintas lembaga dan negara. Menurut Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief, masalah ini disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk keterlambatan visa, pengaturan kloter, perbedaan syarikah, dan aturan ketat dari Arab Saudi terkait akses ke Kota Mekkah.
Tahun ini, Arab Saudi memberlakukan aturan ketat terkait akses ke Mekah di mana hanya jemaah dengan visa haji dan kartu nusuk yang diizinkan masuk. Hal ini menyebabkan jemaah yang visa mereka belum keluar harus dipindahkan ke kloter lain atau batal berangkat, menyebabkan keterpisahan pasangan suami-istri atau pendamping lansia. Tak hanya jemaah, beberapa petugas haji termasuk petugas kesehatan juga terpengaruh akibat perbedaan waktu penerbitan visa dan syarikah yang melayani mereka. Pemerintah Indonesia telah bertindak proaktif dengan melakukan reunifikasi pasangan yang terpisah, koordinasi dengan pihak Arab Saudi, pendistribusian kartu nusuk secara massif, penyediaan layanan kesehatan di KKHI dan sektor satelit, serta aktivasi hotline layanan Kawal Haji untuk pengaduan jemaah. Semua langkah ini diambil untuk menyelesaikan masalah ini secepat mungkin.