Kurikulum Merdeka memang sedang menjadi sorotan belakangan ini, terutama bagi orang tua dan wali murid. Mereka merasa bahwa kurikulum ini cukup merepotkan karena menuntut partisipasi aktif dari mereka dalam proses belajar anak-anak. Salah satu hal yang membuatnya merepotkan adalah proyek pembelajaran yang harus dilakukan di rumah, yang membuat orang tua merasa kesulitan. Pendampingan proses belajar anak juga menjadi tantangan, terutama bagi orang tua yang sibuk bekerja atau tidak memahami apa yang harus dilakukan. Kurikulum ini juga menuntut orang tua untuk mengembangkan potensi anak melalui profil pelajar Pancasila, yang kadang membuat mereka kesulitan menerapkannya di rumah.
Kurikulum Merdeka diluncurkan pada awal tahun 2020 oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim, sebagai upaya untuk menguatkan kompetensi peserta didik dan mempermudah guru dalam memilih metode dan perangkat belajar yang sesuai. Prinsip kurikulum ini meliputi fokus pada materi esensial, penguatan karakter murid, dan fleksibilitas dalam pembelajaran. Dengan melibatkan semua pihak, seperti guru, murid, pemerintah daerah, dan orang tua, diharapkan kurikulum ini dapat membentuk karakter anak secara holistik.
Meskipun kurikulum ini merepotkan bagi sebagian orang tua, terutama dalam hal penilaian karakter anak, namun dengan proses yang panjang, diharapkan orang tua dapat belajar, beradaptasi, dan memahami peran mereka dalam pendidikan anak. Merdeka Belajar memang menantang, namun melibatkan orang tua secara aktif penting untuk menjaga tanggung jawab dalam tumbuh kembang anak. Dengan demikian, diharapkan kurikulum ini dapat terus berjalan dan tidak diubah agar semua pihak terus peduli terhadap pendidikan siswa di Indonesia.