Industri hasil tembakau di Indonesia kembali menghadapi ancaman dari peredaran rokok ilegal yang semakin marak. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Mohamad Hekal Bawazier, menekankan perlunya penindakan tegas untuk melindungi sektor padat karya ini. Rokok ilegal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, tidak hanya merugikan penerimaan negara tetapi juga melemahkan daya saing industri tembakau lokal.
Industri hasil tembakau telah lama menjadi penyumbang utama penerimaan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT). Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan bahwa CHT pada tahun 2024 mencapai Rp216,9 triliun, atau sekitar 73 persen dari total penerimaan cukai nasional. Kontribusi besar ini membuat pentingnya perlindungan terhadap industri tembakau dari peredaran rokok ilegal yang semakin meningkat.
Meskipun pemerintah telah melakukan upaya penindakan, jumlah rokok ilegal yang berhasil diamankan terus meningkat. Nampaknya peredaran rokok ilegal masih sulit dikendalikan, menyebabkan potensi kerugian negara yang cukup signifikan. Oleh karena itu, diperlukan komitmen nyata dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam memperketat pengawasan dan penertiban terhadap rokok ilegal.
Selain penindakan, penting juga untuk memperhatikan keberlanjutan industri tembakau secara menyeluruh. Perlindungan terhadap petani tembakau dan pelaku usaha kecil di rantai pasok industri juga harus diperhatikan. Strategi jangka panjang, termasuk kebijakan harga, pengawasan distribusi, dan edukasi masyarakat, menjadi kunci untuk menjaga keberlangsungan industri hasil tembakau dan memastikan stabilitas penerimaan negara di masa depan.
Industri tembakau telah menjadi tulang punggung ekonomi nasional, namun tanpa penindakan yang tegas terhadap rokok ilegal, kontribusi sektor ini berpotensi terkikis. Karena itu, langkah cepat dan tegas dari pemerintah diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor padat karya ini.