Monday, October 28, 2024

Cerita Inspiratif Pemuda Indonesia...

Cerita Inspiratif Pemuda Indonesia di Masa Kemerdekaan: Meneladani Semangat Juang. Kemerdekaan Indonesia bukan...

Signifikansi ospek militeristik dalam...

Kegiatan "ospek" para menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih resmi dibuka di...

Peluncuran Resmi Space Pool...

Space Pool Billiard & Cafe telah resmi beroperasi di Jalan Raja Haji Fisabililah,...

Prabowo Subianto Memimpin Para...

Magelang — President Prabowo Subianto emphasized the principle of exemplary leadership, known as...
HomePolitikMengapa Korupsi Kepala...

Mengapa Korupsi Kepala Daerah Terus Berulang di Kalimantan Selatan?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor sebagai tersangka kasus suap sejumlah proyek pembangunan di Kalsel. Selain Sahbirin, setidaknya tujuh orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka usai operasi tangkap tangan digelar KPK, pekan lalu.

Ini kesekian kali kepala daerah asal Kalsel jadi tersangka kasus korupsi. Menurut catatan KPK, setidaknya sudah ada enam kepala daerah di Kalsel ditetapkan sebagai tersangka dalam berbagai kasus korupsi. Selain Sahbirin, eks Gubernur Kalsel Sjachriel Darham juga terjerat kasus serupa.

Di tingkat kabupaten, para tersangka koruptor yang sudah dijerat KPK ialah Bupati Tanah Laut periode 2003-2013 Adriansyah, Bupati Hulu Sungai Tengah periode 2016-2021 Abdul Latif, Bupati Hulu Sungai Utara periode 2012-2021 Abdul Wahid, dan Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018 Mardani H Maming.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga pernah menetapkan Gubernur Kalsel periode 2005-2015 Rudy Ariffin sebagai tersangka kasus korupsi pembebasan tanah untuk pabrik kertas Martapura. Artinya, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, setidaknya ada tiga gubernur dan empat bupati dari Kalsel yang pernah tersandung kasus korupsi.

Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini merinci sejumlah faktor penyebab maraknya kepala daerah di Kalsel yang digulung KPK. Faktor yang paling umum ialah lemahnya integritas para kepala daerah sehingga tergiur menyalahgunakan wewenang mereka.

“Biasanya yang jadi lahan subur adalah sektor izin yang sesuai dengan karakteristik dominan wilayahnya. Kalau kayak sumber daya alam, biasa korupnya, ya, izin sumber daya alam atau bisa juga pengadaan barang dan jasa,” kata Orin kepada Alinea.id, Selasa (22/10).

Kepala daerah yang korup, kata Orin, bisa leluasa menyalahgunakan wewenang lantaran minimnya pengawasan di daerah. Transparansi dan akuntabilitas juga lemah sehingga para kepala daerah sembarangan menggunakan wewenangnya.

Faktor lainnya yang merupakan penyumbang keberlangsungan pola korupsi adalah biaya politik yang tinggi. Para kepala daerah mencari-cari celah untuk korupsi demi mengembalikan modal kampanye. Potensi korupsi kian besar lantaran Kalsel adalah “lahan basah” yang minim pengawasan.

“Ditambah juga, penegakan hukum untuk koruptor yang tidak kunjung efektif dan memberikan efek jera. Masyarakat lantas mengalami krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum sehingga pada akhirnya menerima atau menganggap korupsi sebagai hal yang biasa,” jelasnya.

Selama demokrasi berbiaya tinggi masih dipertahankan, menurut Orin, kasus-kasus kepala daerah kena OTT KPK akan terus berulang. Apalagi, para kepala daerah yang berstatus petahana kerap menghalalkan segala cara demi terus berkuasa.

“Itu seperti lingkaran setan, orang yang dipilih dan terpilih melalui proses elektoral yang tidak sehat, ujung-ujungnya akan korup,” ucap Orin.

Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia Gabriel Goa sepakat para kepala daerah di Kalsel terjerat kasus korupsi demi mengembalikan modal kampanye yang besar. Motif itu “bertemu” dengan tradisi suap-menyuap yang kian lazim di Kalsel, terutama dalam perizinan tambang.

“Di situ kan daerah pertambangan besar. Tetapi, kenapa tidak menyasar juga pejabat pusat? Kenapa hanya menyasar (pejabat) daerah saja? Di daerah istilahnya hanya dapat uang receh,” katanya kepada Alinea.id, Selasa (23/10).

Menurut Gabriel, tak mungkin praktik suap-menyuap di daerah bisa langgeng jika tanpa restu dari pejabat pusat. Ia pun berharap penegak hukum mengembangkan kasus-kasus korupsi yang menjerat kepala daerah di Kalsel hingga ke pusat.

“Ikan besar itu dibiarkan korupsi berjamaah ini yang membuat penegakan korupsi tidak pernah sampai aktor intelektualnya,” cetus Gabriel.

Source link

Semua Berita

Signifikansi ospek militeristik dalam kabinet Prabowo di Lembah Tidar

Kegiatan "ospek" para menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih resmi dibuka di Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (25/10). Menggunakan pesawat Hercules, para menteri dan wakil menteri diberangkatkan dari Halim Perdana Kusuma, Jakarta, sehari sebelumnya. "Banyak sesi-sesi penting...

Mobilisasi Kepala Desa yang Meningkat di Pemilihan Gubernur Jawa Tengah…

Aroma kecurangan mulai tercium di Pilgub Jawa Tengah 2024. Baru-baru ini, Paguyuban Kepala Desa (PKD) Kabupaten Pemalang diduga dirombaki untuk mengarahkan dukungan kepada pasangan calon nomor urut 2, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen (Luthfi-Taj) dalam sebuah pertemuan di Hotel Grand...

Di Balik Popularitas Meningkatnya Pram-Doel di Pemilihan Gubernur DKI

Calon gubernur dan wakil gubernur (cagub-cawagub) DKI Jakarta Ridwan Kamil-Suswono (Rido) tidak lagi dominan dalam Pilgub DKI. Hasil dari survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis belum lama ini menunjukkan elektabilitas Rido dikalahkan oleh pasangan Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Rano). Menurut...

Kategori Berita