Pada Senin, 14 Juli 2025, DPR RI bersama pemerintah telah menyelesaikan 1.676 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam revisi UU Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) setelah dua hari pembahasan. Selanjutnya, pembahasan RUU KUHAP masuk tahap perumusan dan sinkronisasi hasil Panja oleh Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi dari Komisi III DPR RI dan pemerintah. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan beberapa aturan progresif atau poin penting dalam RUU KUHAP.
Pertama, Kewenangan Polri tidak bertambah menurut Pasal 7 ayat 5 yang menegaskan bahwa kewenangan Polri tidak akan ditambah dalam KUHAP baru, namun justru akan berkurang. Polri akan tetap menjadi penyidik utama, namun tidak mendapatkan kewenangan tambahan yang mutlak.
Selain itu, RUU KUHAP memungkinkan masyarakat untuk melaporkan penyidik apabila laporan tidak ditindaklanjuti, sesuai dengan Pasal 23 ayat 7. Penangkapan tetap 1×24 jam berdasarkan Pasal 90, kecuali diatur lain dalam undang-undang khusus.
Selain itu, hak perlindungan tersangka diatur dalam Pasal 134 dengan menjamin hak tersangka untuk memilih, menghubungi, dan mendapatkan pendampingan advokat dalam setiap pemeriksaan. RUU KUHAP juga akan mengatur lebih banyak syarat penahanan untuk mencegah kesalahan penahanan seseorang. Larangan Mahkamah Agung untuk memperberat vonis dihapus dari RUU KUHAP. Dengan demikian, Mahkamah Agung dapat memvonis terdakwa lebih berat atau lebih ringan daripada putusan pengadilan sebelumnya.
Poin Penting RUU KUHAP: Perlindungan Hak Tersangka
